Pemimpin (Pelayan) yang Melayani dengan Cinta Kasih

Bab 5
Hasil gambar untuk aparatur birokrasi manokwari selatan
Kondisi topografi Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat, sebagian besar berupa pesisir pantai dan sebagian yang lain berupa dataran tinggi yang merupakan daerah pegunungan dan lereng–lereng. Sebagaimana umumnya wilayah pesisir pantai, penduduk yang mendiami Kabupaten Manokwari Selatan cukup beragam, ada suku besar Arfak, Wondamen, Biak, Serui, Bugis-Makassar, Toraja, Jawa, Ambon, dan Buton. Wilayah yang berada di Teluk Cenderawasih ini diisi penduduk dengan multietnis dan pemeluk berbagai agama.
Berangkat dari pemahaman rakyatnya yang multietnis dan pemeluk berbagai agama, Bupati Markus Waran merasa perlu menghadirkan sebuah model pelayanan aparatur yang mampu memenuhi aspirasi dan kepentingan warga yang demikian heterogen. Satu prinsip yang harus dijunjung oleh segenap pimpinan yang ada adalah bagaimana melayani warga sepenuh hati dengan sentuhan kenyamanan.

A.   Melayani dengan Penuh Cinta Kasih
Manokwari Selatan telah memiliki Bupati Markus Waran dan Wakil Bupati Wempi Welly Rengkang yang merupakan pilihan sebagian besar rakyat-masyarakat Manokwari Selatan untuk memimpin Manokwari Selatan dalam rentang waktu 2016-2021. Banyak warga Manokwari Selatan berharap duet kepemimpinan Markus dan Wempi berbuat dan menjadi pelayan bagi rakyat-masyarakat yang relatif heterogen tersebut. Pemimpin yang melayani sebagaimana hal yang pernah dicontohkan oleh Yesus Kristus (panutan iman Kristen) dalam memimpin umatnya.
Sekilas pengamatan dalam kenyataan kehidupan, sangat banyak orang yang menganggap dirinya sebagai seorang pemimpin yang benar, baik di kantor, organisasi, kampus, rumah, maupun gereja, namun konsep dan aksi kepemimpinan mereka sangat berbeda dengan konsep dan aksi kepemimpinan yang pernah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus Kristus saat berada di bumi.
Konsep kepemimpinan umum biasanya dikaitkan dengan konsep kekuasaan. Lantaran pemimpin diidentikkan dengan kuasa, muncul opini umum yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kuasa. Kuasa itu sendiri sering kali didefinisikan sebagai kapasitas untuk mempengaruhi orang lain. Beberapa sumber kuasa yang cukup populer antara lain posisi, uang, fisik, senjata, kepangkatan dan perempuan.
Di mata Markus Waran yang dikenal sebagai penganut Kristen taat itu, menjadi pemimpin bukan berarti bebas untuk mengatur (berkuasa) dan mengambil keuntungan diri sendiri. Karena, menurutnya, konsep Yesus tentang kuasa jelas berbeda. Namun yang penting diingat terlebih dulu adalah bahwa Yesus tidak meniadakan kuasa. Ia sendiri mengatakan bahwa Ia memiliki kuasa. Yang Yesus lakukan adalah membongkar dan memperbaiki pengertian kuasa dan aplikasinya oleh seorang pemimpin. Ajaran Yesus sama sekali tidak berfokus pada kuasa seorang pemimpin, tapi kerendahan hati seorang pelayan. Kristus memandang kerajaan-Nya sebagai sebuah komunitas individu yang melayani satu sama lain.
Seorang pemimpin dapat diibaratkan sebagai sosok yang memperoleh kemerdekaan namun tidak bisa serta seenaknya memanfaatkan kemerdekaan dirinya. Tentang hal ini Galatia 5:13 menuliskan, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”
Konsep pemimpin dalam Alkitab muncul dengan terminologi yang berbeda-beda. Yang paling sering dipakai adalah “pelayan” atau “hamba”. Allah tidak menyebut, “Musa, pemimpin-Ku” tetapi “Musa, hamba-Ku”. Alkitab memakai kata Yunani ‘doulos’ dan ‘diakonos’ yang diterjemahkan sebagai hamba. Meskipun kedua kata tersebut sulit dibedakan dalam penggunaannya.
Dalam bukunya Leadership Images from the New Testament, David Bennett menulis bahwa ‘doulos’ mengacu kepada seseorang yang berada di bawah otoritas orang lain, sedangkan ‘diakonos’ lebih menekankan pada kerendahan hati untuk melayani orang lain.
Kata Yunani ketiga yang sering dipakai Alkitab untuk hamba adalah ‘huperetes’, yang menunjuk secara literal kepada orang-orang yang mendayung di level bagian bawah dari kapal perang Yunani kuno yang biasanya memiliki tiga tingkat.
Dari tiga terminologi tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa konsep pemimpin di dalam Alkitab adalah hamba. Lebih konkret lagi, hamba yang dengan rela hati mengambil tempat yang terendah, dan bertahan dalam berbagai kesulitan dan penderitaan karena pelayanannya terhadap orang lain.
Ketika terpilih menjadi seorang pemimpin, Markus Waran menyadari benar bahwa sebagai pemimpin itu harus jadi teladan dan contoh (lihat Ibrani 13:7, I Timotius 1:16, 4:12, I Petrus 5:3). Banyak pemimpin adalah ahli –dan seharusnya demikian. Juga banyak yang pandai bicara – dan itu juga satu talenta yang baik. Namun, yang lebih penting, bahwa ia dapat menjadi contoh dalam semua hal yang diajarkannya, baik dalam lisan maupun dalam tindakan.
Dalam Alkitab, pemimpin adalah seorang yang berjalan di depan dan domba-domba mengikut dari belakang. Dalam perang modern dewasa ini, para jenderal memegang komando dari markas komando, menentukan strategi, sasaran serangan, namun tidak lagi berada di medan tempur barisan depan. Dalam strategi Tuhan, pemimpin harus berada di barisan depan. Memberi komando dan diikuti anak buah. Ia menjadi sasaran terdepan dari musuh.
Tak kalah pentingnya, Markus Waran memegang teguh karakter tangguh dalam hal tingkah laku, sopan-santun, dan tidak angkuh. Dia menjaga betul integritas, moral kejujuran, pengabdian dan kredibilitas: dapat dipercaya, teguh dalam prinsip. Di samping semua itu, Markus pun menyadari perhatian publik terhadap kehidupan pribadinya, perkawinannya, rumah tangganya, anak-anaknya, serta caranya bermasyarakat. Sebagai pemimpin teladan, Markus berusaha menjadi panutan yang transparan.
Untuk sekarang ini, seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki relasi, kekuasaan atau uang yang banyak. Pemimpin juga harus memiliki pengetahuan dan rajin belajar. Harus memiliki kemampuan intelektual. Raja Salomo adalah pemimpin yang berdoa kepada Tuhan memohon hikmat dan pengetahuan (lihat II Tawarikh 1:10).
Dalam buku Amsal kita dapat membaca betapa substansialnya Hikmat dan Pengetahuan. Nabi Hosea menulis: Umatku binasa karena tidak mengenal Allah (Hosea 4:6). Kalau umat Tuhan dibinasakan karena kurang pengetahuan, apalagi para pemimpinnya. Hikmat (wisdom) atau kearifan dan kebijaksanaan hanya kita peroleh dari Tuhan. Pengetahuan dapat kita miliki karena belajar dari Alkitab (I Timotius 3:15), belajar dari orang-orang lain, belajar dari buku-buku dan belajar dari sumber informasi yang lain.
Markus Waran berupaya menjadi pemimpin yang baik yang terus rajin belajar. Benar bahwa pelayan Tuhan, para gembala, pendeta, harus rajin belajar dari orang lain (lihat Amsal 27:17, Pengkhotbah 10:10). Zaman ini adalah era informasi. Zaman ini adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan dunia kita dalam bidang Iptek maju secara mencengangkan. Perubahan-perubahan dahsyat terjadi lantaran revolusi Iptek. Pemimpin harus mengantisipasi semua hal ini, karena banyak teologi sudah rancu lantaran pengaruh filsafat manusia. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan kapasitas intelektual yang cukup.
Selain melek teknologi, Markus Waran tidak lupa mengasah kemampuan berkomunikasi. Pemimpin adalah komunikator. Salah satu kelemahan para pemimpin yang dapat menghambat keberhasilan pelayanannya adalah kekurang-mampuan berkomunikasi. Komunikasi merupakan unsur penting dalam kepemimpinan. Pernyataan rasul Paulus: “Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat” (I Korintus 10:33). Hal ini menunjukkan kemampuannya yang besar sekali dalam berkomunikasi.
Komunikasi bukan sekadar kemampuan berbicara, tetapi kesanggupan melakukan kontak-kontak, melalui beraneka ragam cara dan media. Kehidupan kita dalam suatu masyarakat, apapun segmen, strata atau kelompoknya, mengharuskan kita menjalin komunikasi, mengarahkan kita untuk mengembangkan dan membina relasi. Allah lebih dulu berkomunikasi dengan kita, bahkan Ia berusaha selalu mengadakan komunikasi dengan manusia, sejak di Taman Eden, dan puncaknya melalui Yesus, serta kini dengan Firman dan Roh Kudus.
Komunikasi kita yang pertama, Markus Waran meyakini, harus secara kontinyu dengan Tuhan, lewat doa, pujian, penyembahan, dan berkorban. Kedua, dengan orang-orang yang kita layani. Ketiga, dengan orang-orang luar. Sebagai gembala kita harus mampu berkomunikasi dengan jemaat, apakah itu secara individu atau berkelompok. Kita harus mampu berkomunikasi dengan keluarga sendiri, dengan lingkungan, dengan masyarakat serta dengan pemerintah.
Markus Waran berusaha memenuhi harapan sebagai pemimpin generasi muda berhikmat (wise men), antara lain memberi penekanan kuat terhadap peran dan fungsi firman Allah dalam hidup dan pelayanan. Pemimpin adalah orang yang mengajarkan kehendak Allah dalam sebuah komunitas, dan memimpin mereka seperti seorang gembala yang membawa domba-domba ke padang rumput bernama ketaatan.
Hanya dengan demikian pemimpin memiliki makna dan wibawa. Sebagai akibatnya, umat Allah dibangun dalam ketaatan kepada Allah untuk hidup di dunia sebagai terang dan berkat bagi bangsa-bangsa. Dalam keyakinan iman Kristen, bangsa Israel dipilih bukan karena Allah menolak bangsa lain. Israel dipanggil untuk satu tugas, yakni hidup sebagai umat Allah, sehingga bangsa-bangsa lain mengerti makna menjadi umat Allah.
Bangsa Israel menjadi model bagi bangsa-bangsa lain. Dalam kaitan dengan ini, Musa berperan memimpin bangsa Israel untuk hidup sebagai umat Allah, dengan melihat terlebih dulu hidup dan pelayanan Musa yang berpusatkan pada firman Allah. Musa berhasil membawa firman Allah ke tengah-tengah hidup umat Allah, sehingga kepemimpinan Musa berakar kuat menembus berbagai periode sejarah bangsa Israel. Nama Musa terus mendapat penghormatan sampai hari ini. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa membawa kita ke sebuah situasi yang berbeda dan melayani masyarakat dengan penuh kasih.
Ya, Markus Waran berupaya dirinya mampu membawa rakyat Manokwari Selatan ke sebuah situasi yang berbeda dan melayani dengan penuh kasih.

B.    Kristalisasi Filosofi Melayani
Upayanya untuk melayani dengan sepenuh hati tentu tidak bisa hanya terpusat pada sosok Markus Waran. Nilai-nilai melayani itu harus pula ada pada setiap individu yang menggerakkan jalannya pemerintahan Kabupaten Manokwari Selatan. Terutama mereka yang berada di belakang mesin birokrasi pemerintahan kabupaten.
Kendati mesin birokrasi di Pemerintahan Kabupaten Manokwar Selatan baru seumur jagung, namun tidak berarti aparatur yang menjalankannya tidak memahami teknis-teknis pelayanan birokrasi. Sebab itu, Bupati Markus Waran merasa tidak terlalu perlu mengajarkan hal-hal yang bersifat teknis atau doktriner dalam hal pelayanan kepada warga masyarakat. Yang diajarkannya adalah filosofi pelayanan. Mereka sudah bekerja beberapa tahun di sini, tentu cukup memahami prinsip melayani dalam roda-roda birokrasi.
Prinsipnya, demikian keyakinan Bupati Markus, benak para aparatur sudah cukup dibebani dengan berbagai tugas di lingkup kerjanya, jadi tidak perlu lagi menghafal bagaimana cara menyapa warga masyarakat yang datang berurusan dengan layanan pemerintahan kabupaten. Dengan memahami filosofi pelayanan, orang akan mampu mengembangkan sendiri sikap melayani dalam bingkai cinta kasih.  
Bahwa sikap (attitude) mempengaruhi semua hal. Sikap yang baik akan membuka pintu, membuat orang tersenyum, membuat orang gembira, dan membuat orang ingin melakukan hal-hal yang baik pula kepada kita.
Tidak segan-segan Bupati Markus mengundang aparatur yang kurang memberikan pelayanan yang baik untuk berbicara empat mata dalam forum yang tidak formal. Dia mengajarkan personal grooming, bagaimana berpakaian yang rapi, merawat kebersihan, sehingga warga masyarakat merasa senang berhadapan dengan aparatur yang rapi, bersih dan ramah.
Markus Waran tidak sebatas mengajari dan memberi teladan kepada aparatur tentang service behavior yang spesifik. Lebih daripada itu, dia mengajak segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan untuk mencintai pekerjaan masing-masing. Dalam satu cerita sufistik, dikisahkan tentang seseorang yang membuat minuman anggur sembari menggerutu, sehingga minuman itu rasanya lebih mirip cuka yang asam. Orang yang mencintai pekerjaannya akan melakukan pekerjaannya dengan baik sepenuh hati, bukan penuh gerutuan.
Semua agama besar di dunia mengajarkan konsep bahwa melayani bukanlah pekerjaan yang hina atau rendah. Sebaliknya, melayani adalah pekerjaan yang luhur. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita akan selalu melakukan pelayanan. Melayani adalah sifat Tuhan, kata Markus Waran. Tuhan melayani manusia 24 jam sehari serta tujuh hari dalam sepekan. Tuhan tidak pernah berhenti melayani umatnya, memberi maaf, memberi cinta kasih, memberi berkat dan rahmat. Cinta kasih kita kepada sesama manusia merupakan bukti cinta kasih kita kepada Tuhan Yang Maha Kasih. “Bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tidak tampak, bilamana kita tidak mampu mencintai orang yang tampak di sekeliling kita,” tutur Markus pada suatu waktu.
Sebagai umat Kristiani,  Markus Waran meyakini benar prinsip kepemimpinan ajaran Alkitab yang bertumpu pada sikap melayani. Alkitab mengajarkan bahwa kepemimpinan (rohani) adalah kepemimpinan yang menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Identitas pemimpin Kristen adalah sebagai “hamba.” Kepemimpinan Kristen bukan untuk mencari keuntungan, baik materi maupun non-materi, melainkan untuk pelayanan (Lukas 22:26). Dalam Perjanjian Lama, para raja bukan untuk meninggikan diri atas rakyat (Ulangan 17:20). Korah ditegur dan dihukum lantaran sikap kepemimpinan yang hanya mengutamakan kedudukan (Bilangan [Kitab Bilangan] 16:933). Paulus memandang jabatan rasul bukan untuk kemuliaan dirinya, melainkan untuk bekerja keras dalam pelayanan (2Korintus 11-12; 1Korintus 15:910). Para penatua gereja dipanggil untuk menggembalakan dan memelihara umat Allah (Ibrani 13:17; 1Petrus 5:23). Yesus mengajarkan kepemimpinan sebagai “menjadi hamba” dan Dia menegaskannya melalui keteladanan-Nya (Markus 10:3545).
Masih menurut ajaran Alkitab, Bupati Markus Waran pun meyakini bahwa kepemimpinan harus menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus. Seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Yesus Kristus (Yohanes 13:13). Dengan begitu kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain.
Kemudian, sebagai pemimpin pembaharu (agen perubahan), Bupati Markus Waran menyandarkan model kepemimpinan yang diterapkannya berdasarkan pada karakter yang baik dan menebar kebaikan. Kepemimpinan Kristen sangat menekankan pada karakter yang teruji. Otentisitas kepemimpinan Kristen bergantung pada ketaatannya kepada Kristus dan meneladani Kristus. Dengan otentisitas tersebut maka kepemimpinan Kristen memiliki legitimasi dan otoritas untuk memimpin.
Sekali lagi, sebagai umat Kristiani, Markus Waran juga menerapkan prinsip kepemimpinan yang bergantung pada Roh Kudus. Pemimpin Kristen bukan dilahirkan atau dibentuk melalui usaha manusia, melainkan kemampuannya terutama karena karunia Roh Kudus (Roma 12:6; 1Korintus 12:7). Karunia kepemimpinan adalah satu dari banyak karunia rohani dalam gereja. Sebab itu, kemampuan kepemimpinan rohani harus bersandar pada Roh Kudus.
Dalam memimpin rakyat-masyarakat Kabupaten Manokwari Selatan untuk mencapai kemajuan, Bupati Markus Waran menerapkan kepemimpinan yang berdasarkan pada motivasi Kristen. Kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Markus 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya demi kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Karena itu, dia dimotivasi oleh kasih Kristus.
Dan, dalam upaya terus memajukan rakyat-masyarakat Kabupaten Manokwari Selatan, kepemimpinan Markus Waran mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu, pemimpin (Kristen) yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas. Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui sikap-tindak melayani, seseorang menjadi besar (Markus 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain.
Dalam iman Kristen,  Markus Waran meyakini benar ketegasan Yesus soal kepemimpinan yang bertumpu pada religiusitas dibandingkan dengan kepemimpinan sekuler. Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:42-45).
Bupati Markus Waran berusaha menanamkan (kristalisasi) benar nilai, sikap dan tindak melayani kepada segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan. Dia berupaya menanamkan melalui berbagai media, forum dan kesempatan berkomunikasi dengan seluruh jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten. Dari sana lah dia ingin segenap aparatur, perlahan namun pasti, semakin memahami arti penting sikap dan tindak melayani warga masyarakat. Dengan begitu, tidak hanya warga masyarakat yang merasa nyaman berurusan dengan aparatur birokrasi namun juga pada investor dan kalangan usahawan yang hendak berpartisipasi menggerakkan roda pembangunan di wilayah yang belum terlalu lama menjadi daerah otonom baru itu.

C.   Membangun Kerjasama Tim
Melalui kristalisasi kultur melayani, Bupati Markus Waran menegaskan, Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan mengusung sekaligus membumikan visi mewujudkan Manokwari Selatan yang aman, damai, maju dan sejahtera serta mampu berdaya saing.
Visi itu kemudian diejawantahkan ke dalam misi: 1) Meningkatkan Pembinaan Bidang Keagamaan; 2) Meningkatnya Layanan Bidang Pemerintahan; 3) Meningkatnya Layanan Bidang Kesehatan; 4) Meningkatnya Layanan Bidang Pendidikan; 5) Meningkatnya Layanan Bidang Ekonomi, Sosial budaya dan Pemberdayaan Masyarakat; dan 6) Meningkatnya Pembangunan Infrastruktur dari Kampung ke Kota.
Langkah membenahi aparatur Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan tidak lain merupakan bagian dari upaya Bupati Markus Waran untuk mengukur bagaimana segenap aparatur Pemkab memahami visi dan misi yang telah digariskan dan disepakati bersama. Kita ingat pemikiran pakar kepemimpinan Jack Welch tentang bagaimana mengelompokkan kemampuan dan sikap karyawan (termasuk pula aparatur sebagai karyawan pemerintahan) dan kemudian dari pengelompokan itu dibuat sebuah rencana pemberdayaan.
Menurut Jack Welch, terdapat empat tipe orang dalam kaitannya sebagai sumber daya manusia (SDM) di sebuah lembaga atau instansi, yaitu:

Kompetensi
Visi
Rencana Pemberdayaan
Tidak kompeten
Tak sevisi
>dipersilakan keluar
Tidak kompeten
Sevisi
>diberi bekal pelatihan atau pembelajaran
Kompeten
Tak sevisi
>dipersilakan keluar
Kompeten
Sevisi
>dipersiapkan menjadi future leaders


Kendati diakui, bahwa prinsip rumusan Jack Welch tersebut terasa terlalu keras bila diterapkan secara konsisten di Indonesia –tak terkecuali di Kabupaten Manokwari Selatan. Namun setidaknya dapat dijadikan sebagai reference point buat menunjukkan betapa pentingnya bagi semua karyawan (tak terkecuali aparatur pemerintahan) untuk terlebih dulu menyamakan visi. Karena itu, Bupati Markus Waran berusaha meluangkan waktu untuk berdialog (salah satu di antaranya melalui inspeksi mendadak [sidak]) dengan staf dan aparatur pemerintahan kabupaten dalam rangka sharing vision and values.
Visi merupakan alat yang paling ampuh untuk melakukan alignment (penyelarasan) terhadap semua sumber daya yang dimiliki oleh lembaga (termasuk pemerintahan). Bilamana sumber daya tidak dapat disatu-arahkan buat mencapai visi, maka sumber daya itu harus disingkirkan atau disesuaikan. Kita tidak perlu lagi membuang-buang waktu. Secara simplistis, pertanyaan yang kita ajukan adalah: are you with me, or are you not with me.
Sampai batas-batas tertentu, Markus Waran sependapat dengan pemikiran Jack Welch yang tidak terlalu peduli dengan action plan dan strategic plan. Tapi, prinsip yang ingin dikembangkan oleh Markus Waran adalah bahwa visi lebih penting daripada rencana. Vision-driven instead of plan-driven. Visi yang besar membuat semua orang tertantang untuk bergerak maju.
Dalam kompetisi yang sangat ketat dewasa ini, bila kita terlalu terpaku pada rencana-rencana –baik rencana tahunan maupun lima tahunan—kita akan terlalu gampang terjebak pada rutinitas untuk sekadar melakukan pekerjaan berdasarkan rencana-rencana di atas kertas. Kita lupa menyimak perkembangan di luar yang demikian cepat berubah. Boleh jadi peta konsumsi telah berubah, barangkali peta kompetisi pun sudah bergeser, sementara kita berpikir bahwa pekerjaan kita beres dikerjakan sesuai dengan rencana kerja awal.
Bupati Markus Waran meyakini pula bahwa visi dan misi merupakan alat pemersatu yang kuat dalam setiap lembaga. Passion comes from a direct connection to purpose. Karyawan (aparatur) yang memahami dan menghayati visi dan misi lembaga adalah karyawan yang gampang dimobilisasi untuk melakukan perubahan guna mencapai sasaran-sasaran lembaga. Dan karyawan yang mudah diajak bekerja-sama dan bersama bekerja dalam soliditas tim yang kuat.
Bukan saja lantaran Markus Waran menyadari bahwa waktunya di institusi Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan relatif tidak akan terlalu lama, namun upaya untuk menyamakan visi memerlukan prioritas tinggi dan harus dilakukan dalam waktu singkat guna memperoleh hasil yang optimal. Visi adalah satu hal yang tampaknya sepele, tetapi berdampak sangat besar. Visi itu bagai virus. Virus yang bahkan tak tampak oleh mata dapat membuat tubuh orang yang paling kuat sekalipun menggigil dan tak mampu berdiri. Kecepatan virus mewabah juga luar biasa. Dalam sebuah epidemi penyakit yang disebabkan oleh virus, kita melihat bahwa perubahan terjadi secara drastis, bukan secara gradual.
Markus Waran ingin proses menyamakan visi menjadi seperti penyebaran virus. Social epidemics bisa bertingkah laku sama dengan epidemi penyakit. Tetapi, sebagaimana virus, harus ada media untuk menularkannya. Kita memerlukan messengers dan connectors untuk membuat virus visi ini secara cepat dan serentak mendemamkan semua orang (aparatur) di pemerintahan Kabupaten Manokwari Selatan.
Pemerintahan Kabupaten Manokwari Selatan harus cepat-cepat dibangunkan. Sebagai orang yang telah lama berkarir di lingkungan pemerintahan, Markus Waran menyadari bahwa lembaga ini harus segera dihentakkan bangun, dan digoyang dengan irama yang membuat orang tidak berhenti bekerja. Mereka tidak lagi mimpi sendiri-sendiri, tetapi mengejar impian bersama secara bersama pula.

D.   Fokus Menggali Potensi
Upaya pengelolaan pemerintahan yang baik tidak semata-mata bertujuan demi perbaikan kualitas aparatur dan kerja sama antar-unit pemerintahan. Hal ini diharapkan mampu memantik perwujudan masyarakat yang sejahtera dan mandiri melalui pengembangan aktivitas ekonomi berbasis potensi lokal. Untuk itu Bupati Markus Waran memfokuskan pembangunan wilayah Kabupaten Manokwari Selatan di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan pertambangan.   
Fokus menjadi faktor penting dalam menggapai keberhasilan suatu proses pembangunan. Dalam arti umum, fokus adalah sesuatu yang secara terus-menerus dikonsentrasikan kepada satu kegiatan. Dan, peranannya sangat penting bagi kehidupan manusia karena fokus memberikan energi dan kekuatan pada hampir semua hal. Pemerintahan yang fokus akan sangat kokoh dan dipercaya oleh warga masyarakat. Secara luas, masa depan bisnis, pekerjaan atau karir seseorang tergantung pada fokus yang ia berikan pada hal tersebut. Kalau tidak fokus maka ia tidak akan memperoleh apa-apa.
Penulis kenamaan John C. Maxwell, dalam bukunya yang berjudul The 21 Indispensable Qualities of a Leader, menjelaskan bahwa kunci untuk memiliki fokus adalah tahu prioritas dan memiliki konsentrasi. Seseorang, terlebih bila ia seorang pemimpin, yang mengetahui prioritas namun kurang konsentrasi melaksanakan apa yang harus dilaksanakannya, maka ia tidak akan mencapai keberhasilan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki konsentrasi tapi tidak mempunyai prioritas maka ia tidak akan mengalami kemajuan yang berarti. Bila ia mengetahui prioritas dan memiliki konsentrasi maka ia berpotensi menggapai hal-hal besar. Untuk fokus, misalkan, kita sebaiknya membagi sebagai berikut: 70 persen untuk hal-hal yang kita kuasai, 25 persen untuk hal-hal baru, dan 5 persen untuk kelemahan kita. Jadi, sebagian besar kita fokus pada apa yang dapat kita kerjakan secara baik yang akan membuat kita sukses. Curahkan waktu, energi, serta sumber daya untuk bidang yang sesuai dengan talenta (potensi) yang ada dalam diri kita. 
Sekali lagi, kunci fokus adalah prioritas dan konsentrasi. Lantas, apa fokus Bupati Markus Waran dalam membangun Kabupaten Manokwari Selatan kini dan ke depan. Setelah mendengarkan, berpikir dan menilai, Bupati Markus Waran memprioritaskan  pembangunan Bidang Ekonomi, Sosial budaya dan Pemberdayaan Masyarakat:
·         Membuka lapangan kerja bagi usia produktif.
·         Peningkatan kualitas dan kemampuan SDM usia produktif.
·         Penataan wilayah pengembangan potensi ekonomi masyarakat (pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan dan pertambangan).
·         Penyedian layanan listrik dan air bersih yang cukup bagi masyarakat dan industri.
·         Penataan perumahan dan pemukiman.
·         Penataan kota yang bersih, indah dan nyaman serta pembangunan tempat-tempat rekreasi positif masyarakat.
·         Bantuan pembangunan rumah layak bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
·         Mempermudah dan membuka lapangan investasi serta usaha pengelolaan SDA yang optimal dan lestari.
·         Terbangunnya pasar dan terminal yang memadai bagi produk pertanian dan bukan pertanian serta lancarnya arus barang dan orang.
·         Dibangunnya Balai Latihan Kerja bagi para pemuda dan atau warga masyarakat usia produktif.
·         Bantuan modal usaha produktif melalui koperasi dan UMKM.
·         Peningkatan sarana dan prasarana penunjang ibadah dan ketertiban umum.
·         Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum serta kelestarian lingkungan.
·         Penegakan hukum dan penindakan.
Selain fokus pada bidang ekonomi, sosial budaya dan pemberdayaan masyarakat, Bupati Markus Waran juga konsentrasi pada upaya peningkatan pembangunan infrastruktur dari kampung ke kota dengan fokus:
·         Terbangunnya infrastruktur jalan yang memadai dari kampung ke perkotaan.
·         Tersedia dan tercukupi layanan jejaring telekomunikasi.
·         Terbangunnya terminal transit kendaraan dari kampung ke kota, dan antar-kabupaten, guna ketertiban dan potensi penerimaan pendapatan daerah.
·         Tersedianya pelabuhan yang memadai bagi aktivitas barang dan mobilitas orang.
·         Terbangunnya jaringan irigasi dan air bersih.
·         Terbangunnya jaringan jalan produksi (pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan pertambangan).
·         Membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat akan potensi bencana alam dan tindakan penanggulangan.
·         Meminimalkan dan mengantisipasi potensi kerusakan akibat bencana alam.
Secara sedikit makro, Bupati Markus Waran memfokuskan pembangunan Kabupaten Manokwari Selatan pada pembangunan infrastruktur, pembinaan mental-spiritual, peningkatan skill aparatur dalam memberikan pelayanan masyarakat dan menempatkan aparatur sesuai dengan kemampuan serta kapasitas yang mereka miliki.
Pembinaan mental, demikian penjelasan Markus Waran, dilakukan melalui tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga diharapkan mampu menyentuh akar permasalahan.  Sebab itu, Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana peribadatan serta meningkatkan kesejahteraan Hamba Tuhan (pendeta/guru penginjil, pastor, Imam Masjid dan Guru Mengaji).
 “Tokoh agama ini bisa lewat gereja, masjid, atau perkumpulan keagamaan, di mana kita perlu melakukan pembinaan masyarakat agar kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila. Karena di dalam Pancasila terdapat bhinneka tunggal ika. Saya melihat belakangan ini Pancasila dan UUD 1945 mulai ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak nilai utama yang terkandung dalam Pancasila yang harus kembali kita eja-wantahkan sehingga masyarakat menjadi tertib, adil dan makmur,” tegas Bupati Markus Waran.

Pendek kata, Bupati Markus Waran berusaha membangun Kabupaten Manokwari Selatan dengan penuh cinta kasih dan pendekatan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan. (*)

Komentar