Aromanya Menembus Negeri Donald Trump, Kopi Arabika Bajawa Bisa Lulus SNI

Peluncuran kopi Flores Bajawa dan Mount Malabar di Coffee Toffee Indonesia
Aromanya telah mendunia. Cita rasanya teramat khas, yaitu rasa madu. Wanginya sangat kuat. Itulah kopi arabika Bajawa. Lebih dikenal dengan label Arabika Flores Bajawa (AFB).
Hebohnya lagi, cita rasa madu dipatrikan ketika kopi arabika Bajawa menjuarai kontes yang digelar oleh Association of Indonesian Coffee Exporters And Industries (AICE) pada tahun 2009. Kontes ini melombakan cita rasa khas dari berbagai jenis kopi di Indonesia. Rasa madunya nikmat.
Kopi yang dibudidaya secara organik ini, kini menjadi tanaman favorit di Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur. Pun sebagai sumber pendapatan utama bagi masyarakat yang mendiami wilayah dataran tinggi Ngada. Mereka meyakini kopi ini telah direstui leluhur. Tidak akan digerogoti atau tersaingi.
Kopi arabika Bajawa telah diuji di laboratorium Sucofindo dan dinyatakan layak ekspor. Pasarannya telah menembus mancanegara, di antaranya Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Belanda, Australia, dan Filipina. Setiap negara memesan 1000-2000 ton kopi bubuk. Namun permintaan tersebut belum terpenuhi secara maksimal akibat keterbatasan modal usaha dari para petani kopi.
Vinsensius Loki, seorang petani yang tinggal di Desa Beiwali, Kecamatan Bajawa, Ngada, mengakui kopi arabika Bajawa dibudidaya secara organik tanpa bahan kimia. “Kopi Bajawa diekspor ke negerinya Donald Trump dan negara lainnya melalui Surabaya,” ujar Vinsensius belum lama ini.
Cara bicara Vinsensius sungguh merefleksikan filosofi dari kopi itu. Ia bertutur tentang budidaya kopi Bajawa dengan antusias, bersahabat dan sumringah.
Perkebunan kopi yang telah mengantongi sertifikat Indikasi Geografis dari Departemen Hukum dan HAM Indonesia, yang melindungi mutu prima dan kekhasan kopi ini, berada di dataran tinggi Ngada. Lokasinya pada pertemuan dua lereng gunung api, yaitu Gunung Inerie dan Gunung Ebulobo. Pada ketiggian antara 1.000 sampai 1.550 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, kawasan tersebut masuk ke dalam dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bajawa dan Kecamatan Golewa.
Pohon-pohon kopi ditanam pada tanah vulkanik jenis andosol yang subur. Suhu udara berkisar 15 sampai 25º C. Pada saat-saat tertentu, suhu bisa menjadi sangat dingin (di bawah 10º C) karena pengaruh hembusan angin muson tenggara dari Australia.
Kawasan dataran tinggi Ngada memiliki tipe iklim kering dengan curah hujan rata-rata sekitar 2.500 mm per tahun. Bulan-bulan yang kering berlangsung 3-5 pada bulan Juni-Oktober. Kondisi geografis ini dinilai sangat sesuai untuk budi daya kopi arabika.
Perjuangkan SNI
Kepala Dinas Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Ngada, Jawa Antonius, kepada Pos Kupang.Com, Senin (13/2/2017), mengakui, industri kecil dan menengah di Kabupaten Ngada terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Kondisi ini menunjukkan perkembangan pembangunan industri menuju ke arah yang lebih baik.
Antonius menyebut beberapa industri kelas menengah yang sudah ada di Kabupaten Ngada di antaranya industri pengelolaan bambu, industri pengelolaan kopi sebagai kekhasan Kabupaten Ngada.
Dia mengaku memberi perhatian serius untuk meningkatkan kualitas dan pasaran kopi arabika Bajawa dengan memperjuangkannya untuk mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sebab SNI adalah sebuah standar yang harus dipenuhi produsen untuk memasarkan produknya yang aman bagi masyarakat.
Menurutnya, saat ini sertifikasi SNI menjadi penting karena telah diwajibkan oleh aturan pemerintah menjelang pemberlakuan pasar bebas 2015. Selain itu, para konsumen besar juga tidak ingin lagi membeli produk tanpa label SNI, apalagi kopi bubuk Bajawa telah merambah pasar dunia.
SNI untuk Kopi
Praktisi Ekonomi di Kupang, Mulyono Subroto mengakui pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian, telah menerbitkan aturan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kopi. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi serbuan impor produk kopi yang mulai menguasai pasar domestik.
“Kopi yang tidak memilik SNI harus dimusnahkan dan direekspor. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 87/M-IND/PER/ 10/2014. Salah satu tujuan penerbitan aturan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada konsumen,” ujar Mulyono di Kupang, Rabu (15/2/2017).
Merujuk pada Permenperin ini, diakui Mulyono, kopi bubuk arabika Bajawa, Flores, harus mengantongi SNI dari BSN, selain untuk melindungi industri kopi dalam negeri dan cinta produk lokal, berlakunya SNI wajib juga untuk menjaga kesehatan konsumen. Setidaknya, produk kopi yang dihasilkan merupakan produk kopi yang aman bagi kesehatan. “Dalam penerapan SNI wajib ini, produk kopi akan diuji dari sisi kadar air, toksin yang terdapat dalam biji kopi, dan sebagainya,” ujarnya.
Mulyono menyebut SNI sangat penting untuk melindungi masyarakat dari produk olahan kopi yang bermutu rendah. “Kita sekarang perlu mengedukasi masyarakat bahwa menggunakan produk jangan asal murah. Tetapi juga harus memikirkan kesehatan,” tandas Mulyono.
Mulyono meminta kepada pemerintah Kabupaten Ngada untuk mendatangkan BSN melakukan sosialisasi SNI kepada para petani kopi dan pelaku industri kopi di Ngada agar produk yang sudah mendunia itu mengantongi label SNI dan kalau diproses pasti lulus.
Mulyono meminta BSN perlu melakukan sosialisasi lebih giat lagi kepada publik. Karena sampai saat ini banyak masyarakat di Ngada dan NTT umumnya yang tidak tahu persis apa manfaat dari SNI itu sendiri. “Lebih enak dan gengsi kalau kopi Bajawa sudah berlabel SNI,” ujarnya.
Menyoal mahalnya biaya pengurusan sertifikasi SNI, sebab cukup mahal, Mulyono menyebutnya itu menjadi kendala bagi pelaku UMKM di Ngada untuk memenuhi kewajiban SNI. Karena itu, pemerintah diminta untuk membantunya baik dari segi prosedur maupun pembiayaan.
“Biaya sertifikasi SNI murah bagi pengusaha besar. Tetapi bagi UMKM yang baru saja berdiri tentu menjadi mahal meski nilainya hanya puluhan juta,” terangnya.
Karena itu Mulyono berharap agar ada kebijakan khusus bagi pelaku UMKM terkait kewajiban SNI ini. Jangan sampai karena masalah biaya dan prosedur yang rumit membuat produk UMKM tidak memiliki sertifikat SNI. Sebab seiring makin cerdasnya masyarakat, SNI akan menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan.
Seharusnya, kata dia, biaya SNI untuk pelaku UMKM ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD. “Jadi, digratiskan untuk masyarakat kecil,” pungkas Mulyono.
Untuk diketahui, kopi Indonesia khususnya jenis arabika masih menjadi nomor satu di dunia. Hal itu terbukti dari harga jual kopi arabika Jawa dan Sumatera mencapai USS100 per kilogram untuk jenis premium.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, ekspor produk kopi olahan sepanjang 2013 mencapai US$ 243,87 juta atau turun 24,41% dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai USS 322,62 juta. [http://www.kopibajawa.com/aromanya-menembus-negeri-donald-trump-kopi-arabika-bajawa-bisa-lulus-sni/]

Komentar