Perubahan Mewujudkan Kaltim Maju 2030

* Bab 7


"Aku lebih suka lukisan samudra yang gelombangnya menggebu-gebu daripada lukisan sawah yang adem ayem tentram."
Ir. Soekarno, Proklamator Republik Indonesia

SEJUMLAH proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor 3 Kalimantan yang telah, tengah dan akan dilakukan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) dapat dikatakan membawa banyak perubahan bagi Bumi Etam. Ada semacam angin perubahan yang ditiupkan oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Kendati di perut Bumi Etam kaya mineral energi, dia tak mau terlena dan mewariskan kerusakan lingkungan pada generasi berikutnya. Dia tak mau mengeksploitasi habis-habisan mineral-mineral tak terbarukan. Dia ingin Kaltim tak lagi semata-mata mengandalkan kekayaan alam berbasis fosil masa silam itu.
Ya, Awang Faroek bertekad mengubah haluan ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) dari yang semata-mata mengandalkan sumber daya alam (SDA) tidak terbarukan (unrenewable resources) ke arah andalan SDA terbarukan (renewable resources). Begitulah pesan pokok penggelontoran dan pelaksanaan MP3EI Koridor 3 Kaltim. Sejak tahun 1970 sampai 2013 lalu, perekonomian Kaltim masih berbasis SDA tak terbarukan dan didominasi sektor primer. Seiring perjalanan waktu, kontribusi sektor migas terus menurun akibat belum adanya penemuan sumur baru dan tingginya penurunan produksi. Dalam satu dekade terakhir kontribusi sektor non-migas semakin meningkat. Sejauh ini sektor non-migas didominasi batubara dan sektor pertanian/agroindustri rendah.
Sebab itulah, Gubernur Awang Faroek berusaha mentransfromasi pembangunan dengan mengembangkan industri eksisting (minyak, pupuk, gas, CPO, dan batubara), mengembangkan industri berbasis agricultural berskala industri dengan pendekatan klaster, dan pengarus-utamaan pembangunan yang rendah karbon.
Bila tanpa dilakukan transformasi atau perubahan haluan ekonomi, pada tahun 2030 nanti, struktur ekonomi Kaltim tidak seimbang antara sektor pertambangan dan sektor lainnya, industri cenderung terus menurun dengan proporsi di tahun 2030 sebesar 9%, sektor pertanian cuma mampu berkontribusi sebesar 4%, dan sektor pertambangan masih mendominasi namun proporsinya tidak bergerak dari 51%.
Gubernur Awang Faroek menyadari benar bahwa memacu laju pertumbuhan ekonomi dengan hanya bertumpu pada ekstraksi SDA tak terbarukan tidak akan mampu menjamin keberlanjutan pertumbuhan dalam jangka panjang. Dia ingin agar pertumbuhan tinggi tidak cuma dinikmati oleh satu generasi tapi dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Sejalan dengan hal itu, pemahaman filosofis mengenai intertemporal choice atau pilihan yang bersifat antar-waktu, antar-generasi, menjadi sangat diperlukan dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi di Kaltim. Proses perencanaan pembangunan harus mengadopsi prinsip bahwa pembangunan tidak sekadar buat memenuhi kebutuhan generasi sekarang namun juga untuk generasi yang akan datang.
Dengan begitu, peranan SDA tak terbarukan tidaklah dilihat sebatas dalam konteks kenikmatan dan kesejahteraan pada saat ini (present time) tapi perlu pula dimaknai dalam konteks antar-waktu atau lintas waktu di masa depan (future time). Bila mengabaikan hal ini maka perekonomian Kaltim berada dalam ancaman besar, terkait dengan penurunan kesejahteraan rakyat di masa depan.

A.   Pertanian Terpadu dalam Arti Luas
Pemerintah membutuhkan cara berpikir baru yang bersifat lintas generasi, di mana pembangunan yang dilaksanakan harus dilihat dalam dimensi waktu yang panjang. Sehingga, pola perencanaan pembangunan tidak hanya fokus pada kepentingan generasi sekarang namun juga aspirasi generasi masa depan. Apa yang kita lakukan saat ini jangan sampai menjerumuskan anak cucu kita dalam masalah lingkungan yang parah yang mustahil dipulihkan.
Alasannya, bukan cuma ketersediaan SDA tak terbarukan yang terus berkurang dan suatu waktu akan habis (exhaustible resources), namun ancaman kerusakan lingkungan pun membayangi daratan dan ekosistem Kaltim. Sebab itu, mempertahankan cadangan SDA tak terbarukan yang kian menipis dan pengalihan ke sektor SDA yang dapat diperbarui sangat mendesak untuk dilakukan.
Peranan sektor migas dan pertambangan memang sangat penting bagi perekonomian Kaltim. Kontribusi besar sektor migas dan pertambangan tersebut telah mampu memicu pertumbuhan ekonomi yang dalam beberapa tahun terakhir melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Tapi, aspek keberlanjutan pertumbuhan ekonomi lebih penting daripada pertumbuhan ekonomi yang bersifat sesaat. Dan karena itu, ketergantungan terhadap sektor migas dan pertambangan secara perlahan mesti dikurangi.
Pemahaman mengenai betapa pentingnya SDA terbarukan dalam pembangunan ekonomi Kaltim harus menjadi dasar penyusunan perencanaan pembangunan Kaltim ke depan. Dengan begitu, perubahan strategi pembangunan dari daerah yang berasis migas dan pertambangan menjadi berbasis agroindustri dalam arti luas dapat menjadi gerakan bersama semua lapisan masyarakat Kaltim. Apalagi perubahan haluan ekonomi menuju perekonomian berbasis agroindustri akan mampu menyerap tenaga kerja tidak terampil dalam jumlah yang besar.
Walau saat ini kontribusi sektor pertanian dalam arti luas masih rendah terhadap PDRB, ternyata sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 35% dibandingkan sektor migas dan pertambangan yang cuma menyerap 11,74%. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya fokus perhatian dalam membangun ekonomi Kaltim adalah sektor pertanian dan turunannya.
Masa depan perekonomian Kaltim adalah sektor pertanian dan agroindustri. Sektor pertanian merupakan sektor yang dianggap mampu mengurangi pengangguran. Sehingga, pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian akan menjadi kata kunci bagi Pemprov Kaltim dalam memerangi kemiskinan.
Prosentase penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dalam rentang waktu 2007-2012 relatif besar. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian yang besar berkontribusi pada penurunan angka pengangguran sebesar 13,43% dari 77,27% usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2006. Angka ini kembali mengalami penurunan hingga 9,39% dari 65,27% angkatan kerja pada tahun 2012.
Hal yang relatif sama terjadi dalam hal penurunan angka kemiskinan di Kaltim, yaitu dari angka semula 11,41% pada 2006 turun menjadi 6,77% pada tahun 2011. Kondisi ini lebih baik daripada angka kemiskinan secara nasional yang hanya turun dari 17,75% (2006) menjadi 12,36% pada 2011.
Di balik angka-angka tadi, fakta yang lebih penting untuk dipahami adalah sebagian besar penduduk miskin di Kaltim menetap di wilayah pedesaan yang penghidupan pokoknya bersumber pada pertanian subsisten. Sebab itu, pada skala yang lebih luas, pembangunan sektor pertanian merupakan pilihan terbaik sebagai arah baru pembangunan Kaltim masa depan.
Strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada sektor pertanian guna meningkatkan jumlah tenaga kerja minimal memerlukan tiga unsur pelengkap, yaitu: Percepatan pertumbuhan ekonomi melalui penyesuaian teknologi, institusional dan pemberian insentif harga; Meningkatkan beberapa kali lipat permintaan domestik terhadap output pertanian; dan Melakukan diversifikasi pembangunan di daerah pedesaan, khususnya kegiatan pembangunan yang bersifat padat karya.
Selain itu, perlu pula digaris-bawahi bahwa pertumbuhan sektor industri khususnya agroindustri tidak akan berjalan lancar tanpa pembangunan pertanian yang integratif. Dan kalaupun industrinya berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal perekonomian Kaltim yang sangat parah.
Di samping pembangunan pertanian, pengembangan industri ramah lingkungan juga menjadi agenda yang sangat penting dikedepankan. Di mana tujuan pembangunan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan daya dukung lingkungan haruslah sinergis satu sama lain.
Hal ini penting lantaran Inpres Nomor 01/2010 menetapkan Kaltim sebagai pusat pengembangan klaster industri berbasis pertanian (oleochemical) di kawasan Maloy (Kutai Timur) dan industri berbasis migas serta kondensat di Bontang. Penetapan ini merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah pusat untuk pengembangan sektor pertanian dan agroindustri yang ramah lingkungan.
Pengembangan komoditas pertanian yang berorientasi ekspor di Kaltim sangat kondusif lantaran didukung oleh ketersediaan lahan dan agroekologis Kaltim. Penetapan fokus pada agroindustri akan menciptakan keunggulan komparatif (comparative advantages). Namun keunggulan ini baru dapat diraih dengan melakukan spesialisasi melalui pendekatan integrated agroindustry cluster atau klaster agroindustri terintegrasi.
Pendekatan klaster industri adalah pola pengelompokan suatu industri dengan mempertimbangkan skala ekonomi dan integrasi industri mulai dari hulu sampai hilir. Di mana klaster industri fokus pada pengembangan industri yang saling berhubungan –baik industri inti, industri penunjang (supporting industries) maupun industri terkait (related industries).
Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah fokus ekonomi Kaltim menuju pengembangan sektor pertanian adalah membangun Integrated Food and Rice Estate. Hal ini merupakan salah satu upaya tepat dalam mendukung perubahan struktur ekonomi Kaltim. Integrated Food and Rice Estate juga memberi nilai tambah pada lapangan usaha masyarakat dan menjadi sumber penghasilan baru bagi warga masyarakat Kaltim dengan kebutuhan tenaga kerja yang besar.
Selain itu, pengembangan Integrated Food and Rice Estate di Kaltim memiliki potensi yang besar mengingat Kaltim mempunyai sumber daya lahan yang cukup luas dan sangat cocok untuk pengembangan tanaman pangan. Aspek agroekologis dan biofisik Kaltim juga merupakan modal bagi pengembangan kawasan pangan skala luas (food estate).
Tak terbantahkan lagi bahwa Kaltim memang memiliki potensi besar di sektor pertanian. Di mana saat ini Kaltim memiliki lahan pertanian seluas 331.183 hektar yang berada di Kabupaten Paser (5.500 hektar), Penajam Paser Utara (1.400 hektar), Kutai Barat (70.000 hektar), Kutai Kartanegara (36.347 hektar), Kutai Timur (67.506 hektar), Berau (62.751 hektar), Bulungan (50.000 hektar), Tanah Tidung (6.200 hektar), Malinau (1.933 hektar), dan Nunukan (46.200 hektar). Potensi lahan tersebut akan sangat membantu mendongkrak produksi beras nasional dalam program Rice and Food Estate.
Kebijakan pengembangan Rice and Food Estate yang diputuskan pemerintah memiliki efek jangka panjang buat keberlangsungan pertanian itu sendiri. Selain itu, kebijakan tersebut akan menghasilkan double impact bagi pembangunan pertanian dan penyerapan tenaga kerja yang besar. Secara khusus konsep ini sangat erat berkaitan dengan pola pertanian terpadu dalam arti luas. Di mana kombinasi kedua konsep ini akan menciptakan kondisi sistem pertanian yang berkesinambungan (sustainable agriculture).
Pola pertanian terpadu sendiri merupakan suatu pola yang mengintegrasikan beberapa unit usaha dalam bidang pertanian yang dikelola secara terpadu, berorientasi ekologis, sehingga diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi, dan produktivitas yang tinggi.
Pertanian terpadu akan menghasilkan produk-produk pertanian, perkebunan dan peternakan dalam jumlah besar melalui sinergitas antar-unit dengan mengedepankan kelestarian lingkungan. Hal ini meningkatkan nilai ekonomis karena efisiensi dan efektivitas yang tinggi serta produktivitas usaha yang baik.

B.    Menghindari Petaka Lingkungan
Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Lingkungan juga berperan penting terhadap perkembangan kehidupan manusia secara langsung ataupun tidak langsung.
Asumsi tadi mengandung makna bahwa umat manusia harus merenungi dan memaknai secara mendalam mengapa Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya. Dalam Al Quran Surah Ali ‘Imran ayat 190-191, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari siksa api neraka.”
Tidak lah berlebihan bila dikatakan lingkungan yang ada di dalamnya mencakup kekayaan alam dan keaneka-ragaman (biodiversity) merupakan karya monumental Allah SWT yang dianugerahkan kepada umat manusia. Dengan merenungi dan memahami bumi beserta isinya, maka setiap manusia akan mampu menjawab pertanyaan: mengapa bumi diciptakan? Mengapa Allah memberikan kekayaannya yang tidak terbatas kepada umat manusia dalam bentuk SDA secara gratis.
Sejalan dengan pemahaman ayat suci tadi, perlu ada kesadaran baru bahwa selama ini kita salah dengan menganggap bumi mempunyai kemampuan tak terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga, umat manusia seolah-olah diberikan hak untuk mengeksploitasi alam habis-habisan. Manusia juga tidak menyadari bahwa sesungguhnya bumi ini sangat rentan bila diperlakukan secara semena-mena.
Fakta di berbagai daerah menunjukkan bahwa malapetaka lingkungan yang terjadi tidak lepas dari ulah tangan manusia sendiri yang tidak memahami dan memaknai alam semesta yang pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia itu sendiri.
Mengkhawatirkannya lagi karena bumi yang sudah sedemikian panas ini semakin bertambah panas lagi gara-gara atmosfir bumi dipenuhi gas-gas rumah kaca (sebagai green house effect), terutama yang berasal dari karbondioksida sisa kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar minyak serta polusi akibat gas buangan industri.
Melapetaka lingkungan juga disebabkan oleh ulah manusia tatkala kekayaan alam itu diambil dengan penuh keserakahan, tanpa mempertimbangkan daya dukung ekosistem secara keseluruhan. Umat manusia kehilangan sifat manusiawinya dalam proses eksploitasi SDA, sehingga tidak memperhitungkan dampak kerusakan lingkungan yang terjadi dalam jangka menengah dan panjang.
Secara empiris memang telah terdapat langkah-langkah perubahan menuju pada penerapan ide-ide keberpihakan kepada lingkungan dalam bentuk pembangunan berwawasan lingkungan atau pro-environment growth strategy. Tapi sulit mengharapkan bahwa ide keberpihakan lingkungan akan secara otomatis terinternalisasi ke dalam alam bawah sadar setiap orang, khususnya kepada para pengambil kebijakan.
Memilih kepentingan ekonomi berarti mengorbankan kepentingan lingkungan. Dengan kata lain mengabaikan kepentingan lingkungan secara substansial akan mengorbankan kepentingan pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Faktanya memang seperti itu, hampir semua daerah hanya berorientasi pada pemenuhan indikator pembangunan jangka pendek. Sementara itu kepentingan jangka menengah dan panjang terabaikan.
Mengapa para pemimpin daerah cenderung rabun jauh dan cuma dapat melihat apa yang ada di depan mata? Kepentingan ekologis yang bersifat jangka panjang tidak bisa dilihat dan dirasakan sesegera mungkin. Dengan begitu, untuk menghindari malapetaka lingkungan dalam jangka panjang, gerakan pembangunan pro-environment harus terinternalisasi dalam perumusan kebijakan pembangunan di semua sektor dan level pemerintahan.
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi Kaltim adalah bagaimana menyiasati adanya trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan di sisi lain. Pembangunan ekonomi berbasis SDA tak terbarukan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap lingkungan itu sendiri.
Daya dukung SDA dan lingkungan relatif terbatas, dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kapasitas SDA dan lingkungan akan menyebabkan permasalahan pembangunan dalam jangka panjang.
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sejak awal menjadi perhatian pada ahli dan juga pengambil kebijakan, termasuk di Kaltim. Namun istilah berkelanjutan (sustainable) sendiri baru muncul beberapa dekade yang lalu, kendati perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Thomas Robert Malthus pada tahun 1798. Malthus mengkhawatirkan ketersediaan lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat.
Satu setengah abad berselang, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin menguat, khususnya setelah muncul publikasi internasional yang berjudul The Limit to Growth. Benang merahnya, pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan SDA. Dengan keterbatasan SDA, produksi barang dan jasa yang berbasis input SDA tidak akan selalu dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Berkaitan dengan benang merah tadi, muncul kekhawatiran terhadap perekonomian Kaltim, di mana peranan sektor pertambangan yang demikian besar. Pengelolaan SDA sektor pertambangan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan sehingga harus mendapat perhatian serius. Perhatian tersebut tidak saja diarahkan pada berbagai kasus pencemaran lingkungan tapi juga besarnya potensi korban jiwa manusia akibat eksploitasi SDA secara besar-besaran.
Sepenuhnya disadari bahwa pembangunan --khususnya yang bersifat fisik dan berhubungan dengan pemanfaatan SDA-- jelas mengandung risiko terjadinya perubahan ekosistem yang selanjutnya akan berdampak negatif. Sebab itu, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan seharusnya selain berwawasan sosial dan ekonomi juga mesti berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana untuk mengolah SDA secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup (Fauzi, 2004). Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan SDA secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup di Kaltim secara khusus.
Sebagaimana diketahui, pembangunan yang mengandalkan eksploitasi SDA di Kaltim sangatlah berpotensi menghadirkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Daya rusak tambang yang begitu besar terjadi lantaran eksploitasi tambang tersebut menghasilkan limbah yang dikenal dengan tailing.
Tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan biji setelah target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri dari beraneka ukuran butir kecil. Secara umum pembuangan tailing dilakukan di darat, yaitu pada depresi topografi atau penampung buatan, sungai atau danau, dan laut. Tailing dapat terdiri dari beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium dan sulfida. Mineral-mineral tersebut mempunyai sifat aktif secara kimiawi yang apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun yang dapat merusak lingkungan.
Bahaya pencemaran lingkungan akan semakin besar bila tailing yang mengandung unsur-unsur kimiawi berbahaya tidak ditangani secara tepat. Potensi pencemaran sangat besar terdapat di daerah tropis karena tingginya tingkat pelapukan kimiawi dan aktivitas biokimia yang menunjang percepatan mobilisasi unsur-unsur berpotensi racun.
Atas dasar fakta-fakta tadi maka sektor pertambangan haruslah memenuhi syarat sebuah pertambangan yang berwawasan lingkungan. Dibutuhkan perubahan-perubahan mendasar menyangkut tata cara dalam mengelola SDA dan bagaimana metode penggunaannya.
Industri pertambangan yang ramah lingkungan memerlukan penguasaan teknologi yang lebih canggih dan didukung oleh ketersediaan SDM yang mampu menguasai teknologi tersebut. Penggunaan teknologi diharapkan menciptakan pengelolaan produksi yang lebih ramah lingkungan, sehingga mampu menekan ancaman kerusakan lingkungan hidup yang merupakan bentuk negative externalities dari sektor pertambangan.
Tidak ada pilihan lain bagi Kaltim selain melakukan reformasi penegakan hukum lingkungan. Law enforcement seperti ini diharapkan mampu memberikan efek jera serta insentif untuk mengurangi tindakan perusakan lingkungan bagi pelaku ekonomi sektor pertambangan. Sebagai pemimpin daerah, konsistensi Awang Faroek dalam penegakan hukum akan sangat berarti bagi upaya mewujudkan sektor pertambangan yang berwawasan lingkungan.
Sejalan dengan fakta-fakta kerusakan lingkungan yang telah terjadi, Awang Faroek mengadopsi sebuah model pembangunan lingkungan yang secara umum disebut oleh para ahli sebagai “Green Mining” atau “Pertambangan Hijau”.
Internalisasi pertambangan hijau dalam pembangunan ekonomi Kaltim bertujuan untuk menjadikan sektor pertambangan Kaltim menjadi lebih ramah lingkungan dan keseluruhan aktivitas pembangunan memenuhi aspek-aspek pro-environment strategy.
Hal-hal penting dalam konsep “Green Mining” yang perlu mendapatkan perhatian perusahaan pertambangan agar dapat menciptakan sektor pertambangan yang ramah lingkungan sebagai berikut:
Pertama, perusahaan pertambangan harus mengelola SDA secara baik dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. Mengembangkan pola pengelolaan SDA yang bersifat intertemporal (intertemporal strategy).
Kedua, perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi SDA dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Selalu mengupayakan agar SDA yang dipakai dapat didaur ulang (recycle).
Ketiga, perusahaan pertambangan perlu mendaya-gunakan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan kebijakan gubernur.
Keempat, perusahaan pertambangan perlu menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian lingkungan dalam pengelolaan SDA untuk mencegah kerusakan yang tidak terpulihkan.
Kelima, pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan dengan konsep ramah lingkungan yang dapat memberikan nilai tambah.
Dan keenam, pembangunan berorientasi lingkungan tidak harus mengorbankan perekonomian Kaltim saat ini dengan tingkat ketergantungan sangat tinggi terhadap SDA, khususnya tambang. Kontribusi kegiatan eksploitasi SDA terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun sangat berarti.
Dengan menyadari keenam hal tadi, proses penyusunan perencanaan pembangunan Kaltim ke depan, khususnya di sektor pertambangan, harus diarahkan untuk memberikan nilai tambah bagi warga masyarakat. Gubernur Awang Faroek berharap agar dalam jangka menengah dan jangka panjang, Kaltim tidak lagi memasarkan hasil tambang non-olahan, khususnya hasil tambang biji besi, namun sudah dalam bentuk olahan berbasis pada prinsip Green Mining. Dengan begitu, aktivitas pertambangan di Kaltim bukan sebatas membuka lapangan kerja baru tapi sekaligus pula menjaga kelestarian lingkungan.

C.   Mendorong Energi Alternatif Terbarukan
Tak bisa dihindari bahwa pembangunan industri dalam negeri dan Penanaman Modal Asing (PMA) memasukkan pertimbangan harga energi yang digunakannya di negara tujuan investasi (investment destination country). Bila harga energinya terlalu mahal, walau upah buruhnya murah, maka keuntungan yang dapat diakumulasi oleh investor menjadi lebih kecil.
Selain itu, permasalahan energi berkaitan pula dengan aspek dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan energi yang sangat massif. Semua pembangkit tenaga listrik mempunyai dampak lingkungan, di mana energi yang menggunakan bahan minyak (BBM) dan batubara akan membawa dampak pencemaran lingkungan berupa gas karbondioksida dan gas buangan lainnya. Secara teknis, pembakaran batubara menghasilkan 70% sampai 90% karbondioksida per satuan energi yang dihasilkan. Sementara BBM menghasilkan 30%  hingga 40% per satuan energi.
Sejalan dengan itu, besaran dampak lingkungan yang ditimbulkan membuat posisi Kaltim sebagai salah satu lumbung energi nasional sangat rentan terhadap pencemaran lingkungan. Dengan begitu harus ada pemantik untuk mendiversifikasi sumber energi alternatif dengan menggunakan SDA terbarukan.
Gubernur Awang Faroek terus mendorong pemanfaatan energi alternatif tenaga air (hydropower) dalam skala kecil, angin dan gelombang. Alternatif lainnya, memperkenalkan sistem energi skala kecil untuk digunakan di rumah-rumah dan instalasi tunggal.
Salah satu aspek yang harus menjadi perhatian berkaitan dengan pengembangan energi alternatif terbarukan adalah aspek sustainable life. Aspek ini harus menjadi variabel penting yang melandasi produksi, konsumsi, dan kebijakan energi pemerintah. Energi fosil yang paling banyak digunakan saat ini perlu diperhatikan penggunaannya karena kontribusinya terhadap emisi karbon sangat besar. Perlu pula diingat bahwa konsumsinya yang semakin meningka tidak didukung oleh ketersediaan minyak bumi yang mencukupi buat menopang kebutuhan energi Kaltim dalam jangka panjang.
Sejalan dengan dampak negatif dari energi fosil dan potensi krisis energi fosil di masa depan, maka penting untuk mengembangkan anergi alternatif. Langkah yang akan dilakukan Pemprov Kaltim, khususnya untuk mengantisipasi kelangkaan atau bahkan krisis energi fosil, adalah menyusun “Cetak Biru Pengelolaan Energi Kaltim” hingga beberapa tahun ke depan.
Pemprov Kaltim juga akan mengadopsi dan segera mengimplementasikan Kebijakan Strategis Nasional Pembangunan Iptek dan Kebijakan Nasional Eksploitasi Laut yang menekankan sustainable energi melalui penciptaan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Secara khusus, Blue Print Energy Management menekankan pada efisiensi sumber energi, sehingga pada tahun 2025 komposisi energi diharapkan menjadi sepertiga batubara, sepertiga gas, seperlima minyak bumi dan kurang dari seperlima atau sekitar 17 persen berasal dari energi terbarukan.
Dalam kasus Kaltim, terdapat potensi pengembangan energi terbarukan, seperti air dan matahari bersinar sepanjang hari sehingga ketersediaannya cukup besar untuk mendukung pasokan energi listrik masyarakat. Potensi sumber daya air termasuk potensi sinar matahari yang dimiliki Kaltim dapat digunakan untuk pengembangan energi alternatif.
Salah satu model pengembangan energi terbarukan yang segera diadopsi adalah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pengembangan energi terbarukan akan sangat membantu ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat pedesaan dan juga memiliki potensi kewilayahan buat pengembangan program energi alternatif.
Ada beberapa contoh sukses yang telah dilakukan di Kaltim, di antaranya pengembangan energi terbarukan dalam bentuk PLTS di kawasan perbatasan khususnya di Kecamatan Sebatik (Kabupaten Nunukan) dan beberapa desa di Kabupaten Berau. Tidak hanya PLTS, juga dikembangkan PLTMH di kawasan pedalaman Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. Selain menjadi alternatif pengganti listrik di desa-desa terpencil yang tidak terjangkau layanan PLN, PLTMH juga berkontribusi mendorong masyarakat agar dapat menjaga kelestarian hutan sehingga ketersediaan air terjamin.
 Secara umum, sebagaimana telah banyak didiskusikan di Kaltim, terdapat berbagai macam jenis sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan dan sumber energinya tersedia di Kaltim secara khusus. Berikut beberapa contoh yang potensi pengembangan di masa depan yang sesuai dengan kondisi geografis Provinsi Kaltim:
Pertama, biodiesel merupakan Bahan Bakar Nabati (BBN-biofuel) yang diproduksi dari minyak nabati. Untuk memproduksi biodiesel, bahan baku yang bisa digunakan biasanya berasal dari tanaman penghasil minyak, seperti kedelai, bunga matahari, biji jarak, kelapa sawit, dan minyak goreng bekas atau lemak hewani. Secara komparatif, penggunaan biofuel memiliki banyak keuntungan seperti yang saat ini dirasakan oleh masyarakat Brasil. Beberapa keuntungan biofuel dibandingkan bahan bakar fosil: pembakaran lebih sempurna, kadar sulfur lebih rendah, mempunyai efek pelumasan terhadap mesin, tidak toksik dan mudah didegradasi (biodegradable).
Sumber biofuel yang potensial dikembangkan di Kaltim adalah crude palm oil (CPO). Selain itu terdapat pula Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit yang mampu menghasilkan gas metan yang berguna untuk energi listrik alternatif.
Kedua, sumber energi lain yang dapat dioptimalkan penggunaannya adalah energi surya atau matahari. Sumber energi ini telah dimanfaatkan di banyak tempat dan bila dieksploitasi secara tepat, energi ini berpotensi menyediakan kebutuhan konsumsi energi masyarakat. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Dan ketersediaan teknologi untuk memanfaatkan energi surya pun semakin murah serta terjangkau.
Ketiga, sumber energi alternatif yang ketiga adalah energi air. Pembangkit Listrik  Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan berupa air. Tenaga air telah berkontribusi banyak bagi pembangunan sejak beberapa abad silam. Beberapa catatan sejarah mengatakan bahwa penggunaan kincir air untuk pertanian, pompa dan fungsi lainnya telah ada sejak 300 tahun sebelum Masehi di Yunani.
Dalam skala mikro, pemanfaatan tenaga air bisa melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang biayanya relatif kecil. Proyek ini dapat dilakukan secara mandiri sebagaimana telah dilakukan di kawasan pedalaman Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. Potensi tenaga air di Kaltim tergambar dalam tabel berikut:
Tabel 7.1 Potensi Tenaga Air di Kalimantan
Proyek
Jaringan
Kapasitas (MW)
Sesayap-4
Sungai Kerayan
240,6
Sesayap-11
Sungai Kerayan
643,4
Sesayap-12
Sungai Kerayan
284,1
Sesayap-15
Sungai Mentarang
322,5
Sesayap-19
Sungai Tugu
321,8
Sesayap-20
Sungai Mentarang
997,8
Telen
Sungai Mahakam
450,6
Boh-2
Sungai Boh
1.475
Sembakung-3
Sungai Sembakung
611,3
Kelai-1
Sungai Kelai
1.259,3
Kelai-3
Sungai Kelai
137,2
Sumber: ESDM, 2013
Terdapat beberapa alasan mengapa PLTMH menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk dikembangkan di Kaltim, antara lain Kaltim kaya akan hutan sehingga kaya air pula; membangun PLTMH berarti melestarikan sumber air; PLTMH bisa beroperasi sehari penuh karena air tidak tergantung siang dan malam; alat-alat PLTMH sudah bisa diproduksi di dalam negeri; sangat awet; dan pengoperasian PLTMH tidak membutuhkan biaya mahal.
Keempat, sumber energi alternatif lain yang juga potensial dikembangkan di Kaltim adalah sumber energi angin. Proses pemanfaatan energi angin dilakukan melalui dua tahapan konversi energi: diawali aliran angin akan menggerakkan rotor (baling-baling) yang menyebabkan rotor berputar selaras dengan angin yang bertiup, kemudian putaran rotor dihubungkan dengan generator, dari generator inilah dihasilkan arus listrik.
Secara teknis, besaran energi listrik yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: besaran diameter kincir, kecepatan angin, dan jenis generator yang cocok untuk Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) untuk menghasilkan arus listrik pada putaran rendah.
Secara jujur Awang Faroek mengakui bahwa saat ini Kaltim tengah berada pada era keemasan batubara. Namun periode booming batubara belum mampu memberikan pengaruh yang berarti bagi penyediaan energi listrik di Kaltim. Akibatnya, krisis energi masih saja berlanjut di Bumi Etam. Persis seperti ungkapan bagai tikus mati di lumbung padi.
Sadar akan kondisi tersebut, Awang Faroek merasa berkewajiban menyelesaikan masalah kebutuhan listrik bagi masyarakat dan industri. Tak ada jalan lain, fokus ke pembangunan infrastruktur sektor energi merupakan kebutuhan mendesak bagi Kaltim. Secara garis besar, potensi terbesar energi Kaltim terdapat pada potensi pemanfaatan batubara. Batubara dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik melalui pembangkit listrik tenaga uap. Bila potensi tersebut dimanfaatkan maka Kaltim akan menjadi salah satu daerah yang kelak mampu menjadi tumpuan bagi sektor energi nasional.
Tabel 7.2 Potensi Energi Batubara Kaltim
Wilayah
Potensi (KW)
Tarakan
43.819
Bontang
10.176
Samarinda
120.815
Balikpapan
16.473
Sumber: ESDM, 2013
Tiada jalan lain bagi kita semua selain mencari energi alternatif yang terbarukan. Solusi energi Kaltim dalam jangka panjang adalah mencari energi alternatif yang menggunakan prinsip energi baru terbarukan atau penggunaan energi alternatif. Kebijakan pengalokasian sumber energi untuk pembangkit listrik harus melibatkan sektor swasta.
Keterlibatan dan dukungan sektor swasta harus pula ditingkatkan, sehingga ke depan sektor energi dapat menjadi bisnis yang kompetitif. Tugas pemerintah adalah menyiapkan sejumlah paket kebijakan dalam bentuk sistem insentif guna mendorong masuknya investasi di sektor energi, khususnya dalam membangun pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energi non-BBM.
Salah satu bentuk insentif yang dapat diberikan oleh Pemprov Kaltim untuk mendorong berkembangnya energi alternatif adalah kemudahan investasi termasuk pada proses perizinan eksplorasi bagi sumber energi listrik terbarukan.
Paket kebijakan insentif juga diberikan terkait bea masuk untuk peralatan eksplorasi dan lainnya yang berhubungan dengan pembangunan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan. Penambahan pembangkit listrik akan membuat Kaltim mempunyai daya listrik yang memadai untuk menunjang pembangunan sektor industri, khususnya agroindustri.

D.   Menggeser Struktur Ekonomi
Dalam satu dekade terakhir, perekonomian Kaltim semakin kuat bertumpu pada sektor pertambangan dan industri pengolahan migas. Kontribusi sektor pertambangan dan industri pengolahan migas dalam PDRB Kaltim terus meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan ini mencerminkan semakin intensifnya eksploitasi tambang di Kaltim tanpa diimbangi oleh pengembangan kegiatan ekonomi lainnya, khususnya agroindustri. Secara garis besar, ketergantungan terhadap SDA tidak terbarukan merupakan cerminan yang tak bisa dipisahkan dari pola pertumbuhan ekonomi Kaltim masa silam.
Aktivitas yang berkaitan dengan migas dan batubara memang sangat penting bagi perekonomian Kaltim. Industri gas alam cair, pengilangan minyak, pertambangan gas, pertambangan minak, pertambangan batubara dan pengolahan kayu memberikan kontribusi paling besar bagi total produksi, nilai tambah dan nilai ekspor Kaltim. Industri-industri tersebut mengambli bagian lebih dari 50% dari total produksi, nilai tambah dan ekspor Kaltim dalam beberapa tahun belakangan. Sebab itu, perekonomian Kaltim sangat terkonsentrasi dan tergantung pada kegiatan yang berhubungan dengan minyak, gas, batubara, dan bahkan eksploitasi hutan.
Eksploitasi SDA di Kaltim merupakan salah satu sumber devisa yang besar bagi negara. Tidaklah mengherankan jika pada saat krisis ekonomi 1997-1998, Kaltim mampu bertahan lantaran ditunjang oleh ekspor sektor pertambangan. Fakta menunjukkan bahwa 30% dari hasil pertambangan Kaltim diekspor ke luar negeri dan perekonomiannya terkonsentrasi pada sektor-sektor yang berorientasi ekspor, yaitu produk minyak, gas, batubara dan hasil hutan.
Kecenderungan tadi mengindikasikan bahwa perekonomian Kaltim tergantung pada perkembangan harga komoditas di pasar dunia, seperti minyak, gas, batubara dan hasil hutan. Penurunan harga dunia untuk empat komoditis tersebut akan mempengaruhi gerak laju perekonomian Kaltim. Sehingga, perekonomian Kaltim dapat dikatakan sebagai perekonomian yang sangat sensitif terhadap external shock.
Selama ini sektor pertambangan mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kaltim, namun mesti kita sadari bahwa sektor tersebut tidak mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian Kaltim pada masa depan. Hal ini terkait dengan sifatnya yang tidak terbarukan.
Alasan tersebut menjadi dasar bagi Pemprov Kaltim untuk mengubah struktur ekonominya sekaligus menggeser ketergantungannya pada sektor pertambangan ke sektor lain yang lebih terjamin kesinambungannya dalam jangka panjang. Langkah ini harus dilakukan sedini mungkin melalui program percepatan pembangunan Kaltim sebagai bentuk gerakan agroindustri.
Langkah ini bukan sesuatu yang sukar dilakukan saat ini mengingat semua kewenangan ada pada pemerintah daerah. Perubahan mendasar sistem pemerintahan Indonesia di era reformasi, dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi memberikan kesempatan bagi daerah untuk bisa lebih mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pembangunan ekonomi Kaltim harus diarahkan pada sektor agrikultur dan agroindustri serta mengatur pemanfaatan SDA dan lingkungannya secara lebih optimal serta sustainable. Ide ini sudah dituangkan dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka waktu minimal sampai tahun 2030.
Saat ini Gubernur Awang Faroek berusaha mengawal akselerasi pergeseran struktur perekonomian Kaltim dari ketergantungan tinggi terhadap SDA tak terbarukan ke industri berbasis pertanian yang terbarukan. Perubahan haluan ekonomi Kaltim tidak sulit dilakukan bila dilihat dari sisi kewenangan yang dimiliki mengingat saat ini kewenangan pembangunan ekonomi ada pada pemerintah daerah. Perlu digaris-bawahi bahwa sejak implementasi UU Otonomi Daerah, kewenangan pemerintah daerah semakin luas. Hal ini memberi peluang bagi munculnya kreativitas daerah dalam memaksimalkan potensi ekonomi daerahnya. Namun tantangan terbesar yang dihadapi Gubernur Awang Faroek terletak pada keberadaan kelompok bisnis yang tidak mau berubah lantaran sudah menikmati windfall profit yang tinggi di sektor SDA tak terbarukan.
Selain itu terdapat pula kelemahan pada kelembagaan daerah yang berpotensi menjadi salah satu penghambat bagi peningkatan aktivitas perekonomian dan usaha percepatan pembangunan daerah. Indikasinya dapat diamati pada munculnya kebijakan-kebijakan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Tak sebatas sampai di situ saja, masih ada persoalan lain, misalkan tumpang tindih dan bahkan tarik ulur kewenangan antara pusat dan daerah. Hal ini kemudian menimbulkan ketidak-jelasan dan ketidak-pastian bagi dunia usaha. Dengan demikian, semua kelemahan dalam implementasi otonomi daerah mesti segera diselesaikan guna mendukung percepatan pembangunan Kaltim.
Secara umum, pelaku usaha Kaltim tengah berada pada momentum yang tepat untuk memasuki periode kebangkitan. Hal ini memungkinkan karena dalam lima tahun terakhir Gubernur Awang Faroek sudah melakukan pembenahan terhadap semua kendala yang dihadapi oleh dunia usaha di Kaltim.
Saat ini iklim investasi di Kaltim sudah sangat baik. Hal ini telah meningkatkan investasi ke Kaltim beberapa kali lipat kendati masih lebih banyak ke sektor pertambangan. Tapi bagi dunia usaha yang bergerak di sektor pertanian, dalam beberapa waktu ke depan, diharapkan menjadi penopang bagi penciptaan lapangan kerja di Kaltim.
Tujuan akhir jangka panjang Gubernur Awang Faroek ingin menjadikan Kaltim sebagai pusat agroindustri yang kompetitif. Kaltim harus bisa bersaing dengan Surabaya yang telah terlebih dulu memasuki era industri. Pun demikian dengan Bandung yang sejak awal telah mengarah ke industrialisasi.
Pengembangan klaster industri di Kaltim, khususnya agroindustri, tidak lain ditujukan buat mendukung reorientasi pembangunan pertanian dengan menciptakan sektor pertanian yang andal dalam arti luas. Penekanan program ini akan mengarah kepada pembangunan pertanian modern dengan model integrated agroindustry dalam wadah Food and Rice Estate.
Singkat kata, menggeser struktur ekonomi Kaltim sangatlah tergantung pada visi, kebijakan, dan regulasi Pemprov Kaltim ke depan. Peta jalan masing-masing sektor usaha perlu didukung paket kebijakan yang benar-benar ditujukan untuk membangun dan membentuk struktur perekonomian yang kuat dan lepas dari ketergantungan terhadap sektor pertambangan yang tidak terbarukan. (*)



Komentar