Perkembangan Proyek MP3EI Koridor 3 Kaltim

* Bab 6

“Para Kepala Daerah bersinergi dengan Pemerintah Pusat membangun Pulau Kalimantan menuju arah yang lebih baik. Kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK mendapat apresiasi dari para Kepala Daerah di Kalimantan. Saya berharap pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan dapat selesai sesuai rencana.”

Ir. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia 2014-2019

PENAJAM, November 2015. Di hadapan beberapa pejabat tinggi, pejabat lokal dan kalangan investor, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan dan meletakkan batu pertama (groundbreaking) berbagai proyek strategis yang berada di Provinsi Kalimantan Timur yang dipusatkan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).

Proyek yang diresmikan Presiden Jokowi adalah pabrik V PT Pupuk Kalimantan Timur dan revamping asam fosfat PT Petro Kimia Gresik. Sedangkan yang di-groundbreaking di antaranya Bentang Panjang Jembatan Pulau Balang, pembangunan kereta api Borneo, National Marine Science and Tecnopark, Pelabuhan Benoa Taka di Kabupaten Penajam Paser Utara dan  proyek lanjutan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda.

"Yang sudah groundbreaking harus segera dimulai, 3-4 bulan lagi akan saya cek. Kalau saya kerja harus ada target," tandas Presiden Jokowi sembari menegaskan bahwa proyek-proyek yang sudah di-groundbreaking akan dan harus selalu dicek agar tidak berhenti.

Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak merasa lega dengan kehadiran Presiden Jokowi di Kalimantan Timur. Proyek-proyek  strategis yang termasuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor 3 Kalimantan Timur sempat dikhawatirkan berhenti di tengah jalan lantaran terjadinya estafet kepemimpinan nasional dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo.

Selama Awang Faroek mengemban amanah memimpin Bumi Etam itu pantang baginya ada proyek berhenti di tengah sekalipun rezim pemerintahan nasional berganti. Sampai berakhirnya masa bhakti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2014, Awang Faroek telah melaksanakan tiga tahap peletakan batu pertama (groundbreaking) dan peresmian proyek-proyek MP3EI. Puluhan proyek lagi menunggu groundbreaking dan peresmian.

Sementara di akhir Oktober itu, tampuk kepemimpinan nasional berganti dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo. Ada kekhawatiran, ganti kemimpinan (baca: presiden) akan banyak proyek terhenti dan mangkrak tanpa kepastian kelanjutan.

Tabel 6.1 Tahapan Pelaksanaan MP3EI di Kalimantan Timur

TAHAP	JML PROYEK	NILAI INVESTASI
1	20	Rp230 Trilyun
2	7	Rp17 Trilyun
3a	9	Rp18 Trilyun
3b	8	Rp1,7 Trilyun
3c	11	Rp12 Trilyun
4 (Rencana)	28	Rp503,52 Trilyun

Awang Faroek tak ingin apa yang telah diperjuangkannya demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kaltim terbengkalai tanpa asa. Dia terus melobi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Titik terang pun muncul. Tanggal 17 November 2015, Presiden Jokowi berkenan melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) beberapa proyek MP3EI senilai Rp87 trilyun.

A.   Investor Rusia Bangun Jaringan Rel Kereta Api

“Proyek pembangunan ini yang terbesar di Indonesia, sebagian besar biayanya dari investor asing. Di antaranya Russian Railways dari Rusia,” jelas Awang Faroek usai mendampingi Presiden Jokowi melakukan groundbreaking yang juga dihadiri Presiden Republik Otonomi Tatarstan (Federasi Rusia) Rustam Minnikhanov dan Presiden Direktur Russian Railways. Khusus nilai investasi yang ditanamkan Russian Railways untuk pembangunan kereta api Borneo dan Techno Park mencapai Rp72 trilyun. “Semua dari Rusia, bukan pinjaman, melainkan investasi,” Awang menambahkan.

Gubernur yang tak kenal lelah membangun daerahnya ini memaparkan proyek pembangunan rel dua jalur kereta sepanjang 900 kilometer ditargetkan selesai dalam lima tahun. “Jalur pertama dari Kutai Barat sampai ke Kawasan Industri Buluminung di Balikpapan, jalur kedua dari Kutai Kartanegara sampai KEK Batuta Trans Kalimantan,” jelas Awang.

Jalur kereta api tersebut akan digunakan untuk kereta api penumpang dan angkutan barang. Presiden Direktur PT Kereta Api Borneo (KAB) Andrey Shigaev menerangkan realiasasi proyek ini akan memberikan dorongan kuat untuk pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Kalimantan. 

PT KAB merupakan perusahaan yang mengoperasikan infrastruktur rel kereta api, terutama membangun rel untuk memenuhi kebutuhan pengangkutan batubara di Kalimantan. Perusahaan ini didukung penuh oleh perusahaan kereta api terbesar di dunia asal Rusia, Russian Railways. Rencana operasional PT KAB di Kalimantan Timur akan menghubungkan Kutai Barat, Paser, PPU dan Balikpapan.

Shigaev menerangkan, bila pembangunan tidak tertunda, pengangkutan pertama batubara ke pelabuhan melalui jalur kereta api sudah dapat dilakukan pada tahun 2018. Ini menjadi satu langkah lagi untuk Kaltim menjadi provinsi yang maju berkat adanya angkutan barang terutama migas, hasil hutan dan crude palm oil dengan nilai investasi Rp72 trilyun.

Gubernur Awang Faroek berhasil merayu investor Russian Railways untuk menggelontorkan modalnya membangun jalur kereta api tersebut. “Kami menyadari keuangan negara tidak akan sanggup membangun jaringan kereta api di Kalimantan. Jadi kami menggandeng investor untuk merealisasikan rencana tersebut,” tutur Awang.

Di awal pembangunan akan dibangun jalur kereta api sepanjang 196 kilometer dari Kabupaten Kutai Barat sampai Balikpapan. Pihak Russian Railways juga akan bertanggung-jawab membangun 23 jembatan di jalur tersebut.

Awang menjanjikan sarana tersebut tidak hanya ditujukan bagi angkutan barang semata. Kereta impian ini juga disiapkan agar dapat mengangkut penumpang dari pedalaman Kutai Barat, Kutai Kartanegara, PPU dan Balikpapan. Kehadiran Russian Railways melalui PT Kereta Api Borneo khusus pengangkut SDA (multipurpose) dinilai efektif ketika dikombinasikan dengan rencana pemerintah membangun kereta api penumpang yang menghubungkan daratan Pulau Kalimantan. Untuk sinkronisasi program antara pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah diperlukan dalam perencanaan pembangunan kereta api di Kaltim.

“Yang dibutuhkan sekarang duduk bersama antara pemerintah (pusat) dengan pemerintah daerah untuk sinkronkan perencanaan. Mudah saja disatukan pembangunannya. Dikombinasikan rencana menyatukan daratan Kalimantan tersebut dengan program yang telah kami persiapkan,” terang Awang Faroek.

Menurut dia, pemerintah seharusnya bersyukur Kaltim punya rencana membangun kereta api multipurpose. Pemerintah cukup menyinkronkan saja agar tidak semua kegiatannya menguras dana APBN. Kondisi keuangan negara seperti sekarang dinilai tidak cukup kuat untuk menuntaskan secara keseluruhan sesuai target menghubungkan daratan Kalimantan dengan jaringan kereta api. Bila dikombinasikan maka dapat diketahui pembagian tanggung jawab pendanaannya. Mana yang dibiayai APBN dan mana pula yang dibiayai Russian Railways melalui program kereta api Kaltim.

“Waktu kunjungan kerja ke Rusia, saya sudah tanya, multipurpose sama atau tidak dengan kereta angkutan. Ternyata sama, ada ukuran internasional yang dapat digunakan untuk semua jalur kereta api,” jelas Awang Faroek. Arti kata, rencana pembangunan kereta api angkutan batubara, berbagai sumber daya alam dan sumber hayati Kaltim memungkinkan sekaligus dijadikan angkutan penumpang bersinergi dengan program pemerintah. Prinsipnya kedua proyek kereta api di Kaltim tersebut harus sukses. Keberadaannya sangat dibutuhkan untuk menjamin terwujudnya konektivitas antar-wilayah se-Kaltim.

“Ini sesuai dengan usulan kami ke Presiden dalam rapat bersama Wapres dan Menteri Perhubungan beberapa waktu lalu. Pak Wapres setuju rel kereta api yang semula khusus pengangkut batubara menjadi kereta khusus angkutan SDA atau multipurpose,” kata Awang Faroek. Hanya diperlukan perubahan keputusan Menteri Perhubungan tentang istilah kereta api khusus batubara menjadi kereta api khusus pengangkut SDA atau multipurpose.

Tampak telah ada sinkronisasi dengan pemerintah pusat dalam upaya membangun jaringan rel kereta api. Pemerintah pusat membangun rel kereta api trans Kalimantan yang pada awal tahun 2016 ini mulai pemasangan patok trase dan ditargetkan tuntas pada tahun 2020.

“Pembangunan jaringan kereta api untuk menghubungkan semua kawasan di Kalimantan merupakan program pemerintah pusat dan dananya juga berasal dari APBN, kami di daerah hanya memfasilitasi dan mendukung pelaksanaannya,” jelas Kepala Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Provinsi Kaltim Mahmud Samsul Hadi sebagaimana dikutip Majalah INTEGRITAS, edisi 18 – Januari 2016.

Menurut Mahmud, pekerjaan trase rel kereta api dilakukan beberapa tahap yang dimulai tahun 2016, yakni tahap per kawasan mulai dari perbatasan Kalsel-Kaltim hingga Kaltim-Kaltara sampai pada akhirnya tahun 2020 semua kawasan dapat terhubung.

Tahap pertama yang dikerjakan adalah trase dari Kabupaten Tanjung di Kalsel untuk menghubungkan Tana Grogot, Kabupaten Paser, Kaltim, sepanjang 150 kilometer. Saat ini di jalur tersebut sedang dilakukan uji kelayakan dan pematokan trase yang dananya berasal dari APBN Perubahan 2015. Selanjutnya, pada 2016 dilakukan penuntasan detail desain serta analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) oleh Pemerintah Provinsi Kalsel.

“Kemudian pada 2017 hingga 2018 dilakukan pengadaan atau pembebasan lahan agar bisa dilakukan pekerjaan lanjutan, yakni pemasangan konstruksi mulai 2018 sampai 2020 dengan dana dari APBN melalui pola multiyears contract (kontak tahun jamak),” terang Mahmud Samsul Hadi.

Tahap kedua, lanjutnya, adalah jalur Tana Grogot sampai Kota Balikpapan sepanjang 84 kilometer yang juga tengah dalam kajian kelayakan dan trase dari dana APBN Perubahan. “Pembangunan konstruksi dan sarana di jalur ini diperkirakan lebih cepat, yakni dilakukan pada 2017 dan 2018,” paparnya.

Untuk konstruksi dari dana APBN dengan pola kontrak tahun jamak 2018 sampai 2020. Sedangkan untuk pembangunan sarana dananya berasal dari Kementerian Perhubungan dan BUMN/BUMD.

Mahmud menambahkan untuk jalur Balikpapan ke Samarinda sepanjang sekitar 89 kilometer saat ini sudah dalam proses kajian trase dan detail desain oleh pemerintah pusat, kemudian kajian Amdal oleh Pemprov Kaltim. “Sementara untuk konstruksi di jalur ini akan dilakukan pada 2017 dan 2018 dari dana APBN pola tahun jamak. Dan pembangunan sarana dilakukan di tahun yang sama dengan dana dari BUMN atau BUMD,” katanya.

B.    Membangun Pelabuhan dan Techno Park

Selain membangun rel kareta api, investor asal Rusia itu juga membangun pelabuhan dan Techno Park di Kabupaten PPU. Pembangunan Marine Techno Park akan diintegrasikan dengan pengembangan kawasan sentra produksi komoditi unggulan daerah. Proyek ini diperkirakan menyedot dana sekitar US$5,47 milyar.

Kabupaten PPU dipilih investor lantaran adanya dukungan pemerintah yang dilandasi dengan posisi kawasan yang dekat dengan lokasi industri. Di sini banyak berdiri industri migas yang sudah barang tentu banyak berkaitan dengan kegiatan kemaritiman. Keberadaan Marine Techno Park di Kaltim sangat penting sebagai pangkalan kapal-kapal riset di Indonesia yang belum memiliki pangkalan riset yang memadai.

Proyek pembangunan techno park juga mencakup: Pembuatan kapal patroli bersayap bawah air dengan kecepatan tinggi (untuk digunakan penjaga pantai) dalam upaya menangkap nelayan ilegal; Teknologi untuk upgraded brown coal (buat meningkatkan kalori batubara basah dan batubara kalori rendah) yang bisa digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap dari batubara; Pabrik olesin untuk bahan baku plastik; Pembuatan pipa plastik (petrokimia); dan Produksi peralatan hilir CPO (biomassa).

C.   Dari Jalan Tol Sampai Jembatan

Untuk groundbreaking lanjutan pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda sepanjang 99 kilometer, terdapat dua jalur tol yang diresmikan, masing-masing Kutai Barat sampai Kawasan Industri Buluminung di PPU dan dari Kutai Kartanegara sampai ke Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan. “Syukur alhamdulillah kami sangat senang sekali, peraturan Menteri Perhubungan yang selama ini menjadi kendala tadi sudah diperintahkan untuk disesuaikan. Bapak Wakil Presiden mengatakan, untuk kepentingan bangsa, aturan dapat diubah,” tandas Awang Faroek.

Pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda yang telah mulai dikerjakan sejak 2011 memiliki panjang keseluruhan 99,02 kilometer dengan total investasi pembangunan mencapai Rp9,5 trilyun. Jalan tol ini dibangun dalam lima paket, masing-masing Paket I sepanjang 25 kilometer dari Km 13 Balikpapan ke Samboja, Paket II 23,3 kilometer dari Samboja ke Palaran 1, Paket III 21,9 kilometer dari Samboja ke Palaran 2, Paket IV dari Palaran ke Jembatan Mahkota II di Samarinda, dan Paket V dari Kelurahan Sepinggan di Balikpapan sampai ke Km 13.

Skema pembangunannya, demikian penjelasan Gubernur Awang Faroek, Paket I dan V digarap dengan kucuran dana pemerintah. Tiga paket lainnya dikerjakan oleh pihak swasta melalui lelang tahun 2015. “Kami dapat dukungan Kabinet Indonesia Bersatu dan Kabinet Kerja. Ada keputusan Menteri PU di 2010 sampai DPRD Provinsi Kaltim di 2014 untuk pembiayaan Paket I dan Paket V melalui APBD dan APBN,” paparnya.

“Biayanya sekitar Rp80-90 milyar per kilometer,” terang Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hermanto Dardak seperti dikutip www.kompas.com pada 20 Mei 2015.

 

Sekadar pengetahuan, pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda merupakan bagian dari rencana besar Pemprov Kaltim dalam upaya menghubungkan kawasan-kawasan industri di Kaltim, mulai dari Penajam Paser Utara, Bontang, hingga Kutai Timur. Jalan tol juga menjadi jalan keluar pemerintah menghubungkan tiga kawasan industri itu. Pembangunan jalan tol, khususnya Balikpapan-Samarinda, tidaklah mulus. Sempat tertunda lantaran dibelit persoalan pembebasan lahan, pemerintah kini mengklaim telah menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kemudian Proyek Pupuk Kaltim V memperoleh pinjaman dana sebesar Rp1,35 trilyun dan pinjaman yang bersumber dari lima bank dalam negeri senilai Rp4,38 trilyun dengan jangka waktu pinjaman 10 tahun.

Sementara itu untuk pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pulau Balang dengan Kota Balikpapan senilai Rp1,33 trilyun dilaksanakan oleh tiga kontraktor, masing-masing PT Hutama Karya, PT Adhi Karya Tbk dan PT Bangun Karya.

Pembangunan Jembatan Pulau Balang II ini dilaksanakan secara bertahap dari tahun anggaran 2013, dengan lingkup pekerjaan pembangunan abutment dan pile cap pilar pada kedua sisi jembatan.

Dikutip dari www.vivanews.com, Kamis, 17 Juli 2014, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Bastian S. Sihombing, mengungkapkan realisasi progres fisik pembangunan yang dananya berasal dari APBN itu telah mencapai 100 persen. "Sudah mulai konstruksi abutment dan pile cap pilarnya, yang dilaksanakan dengan kontrak single years dan untuk multiyears-nya kita mulai tahun 2014 untuk lima tahun ke depan," katanya.

Bastian menambahkan bahwa pembangunan jembatan Pulau Balang II ini menggunakan dana APBN murni, dan karena menggunakan kontrak tahun jamak, maka harus diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu program tahunan.

Dia menambahkan, pembebasan lahan untuk proyek ini merupakan tugas pemerintah daerah  yang pada medio 2014 tengah dalam proses pelaksanaan dan sudah hampir selesai waktu itu.

Jembatan Pulau Balang II merupakan salah satu program strategis yang dilaksanakan oleh BBPJN VII Kalimantan. Tahun 2014, Balai tersebut mendapatkan anggaran Rp6,4 triliun, namun mengalami pemotongan menjadi Rp5,8 triliun.

Pelaksanaan pembangunan Jembatan Pulau Balang II ini merupakan kelanjutan dari proyek pembangunan Jembatan Pulau Balang yang total panjangnya 1.274 meter. Jembatan Pulau Balang I atau Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek sudah terbangun. Jembatan ini menghubungkan PPU dan Pulau Balang.

Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek telah dilakukan dengan pembiayaan APBD Pemerintah Provinsi Kaltim. Panjangnya 470 meter dengan nilai Rp92,9 milyar dan selesai pada tahun 2013.

Jembatan Pulau Balang kelak akan terhubung dengan sejumlah jaringan jalan dengan rute Riko – Pantai Lango – Pulau Balang – Tempadang – Kariangau –Km13 outer ring road Balikpapan sepanjang 35,5 kilometer. Pembangunan ditargetkan selesai tahun 2019.

D.   Membangun Kawasan Industri Optimalkan Potensi Lokal

Salah satu kemajuan penting proyek-proyek MP3EI di Kaltim adalah perhatian pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tiga kawasan industri utama di luar Jawa yang berada di Kalimantan Timur. Ketiga kawasan industri itu masing-masing Kawasan Industri Kariangau dan Buluminung, Kawasan Industri Berbasis Gas dan Kondensat di Bontang, dan Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan di Kabupaten Kutai Timur. Perhatian Presiden Jokowi tampak pada saat peresmian Pabrik Pupuk Kaltim V di Bontang pada November 2015 lalu.

Pengembangan kawasan industri di Kaltim ini sejalan dengan kebijakan transformasi ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2013-2019 yang telah diputuskan dalam Kaltim Summit 2014.

Ketika berpidato pada pelantikan Dewan Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan dan Buluminung di Penajam Paser Utara tanggal 28 Juli 2015, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengatakan bahwa Kawasan Industri Kariangau dan Buluminung merupakan kawasan industri yang memiliki prospek yang sangat menjanjikan dan akan membawa pertumbuhan ekonomi yang cepat bagi wilayah Kaltim.

Saat sekarang, Kawasan industri Kariangau memiliki luas 3.565 hektar dan telah terbangun berbagai fasilitas infrastruktur yang sangat strategis. Di antaranya pembangunan jalan tol Samarinda-Balikpapan, pembangunan Jembatan Pulau Balang, pembangunan jalan akses Jembatan Pulau Balang, pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan (Pelabuhan Petikemas Kariangau), pembangunan Bendungan Sei Wein, pembangunan rel kereta api rute Kutai Barat – Balikpapan (130 Kilometer), pembangunan jalan Petung – Kenangan – Semoi – Sapaku – Sp. Semboja, pembangunan jembatan tol PPU – Balikpapan, dan pengembangan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (Sepinggan, Balikpapan).

Lantaran keterbatasan dukungan lahan yang kurang memadai, Kawasan industri Kariangau diperluas ke arah wilayah Kabupaten PPU di  Buluminung dengan luas areal 5.000 hektar yang saat ini telah dan akan dibangun Pelabuhan CPO Astra, Supply Base Eastkal, Pelabuhan Pemda, Terminal Khusus Batubara PT Penajam Prima Coal, PTBakal Makmur Sejahtera, PT Cipaganti Resources, rencana Kementerian Ristek RI untuk membangun Pusat Kajian Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Kelautan, Maritime Techno Park. Perusahaan yang akan masuk antara lain pabrik pulp PT Agrabareksa (dibangun awal 2016), Pabrik Ethanol, Smelter Nikel dan PT Teraoka (Galangan Kapal).

Tabel 6.2 Industri di Kawasan Industri Kariangau

1	PT Dermaga Kencana Indonesia
2	PT Mekar Bumi Andalas (Wilmar Nabati)
3	PT Tunas Catur Lestari (Wilmar Nabati)
4	Pelabuhan Peti Kemas (PT KKT)
5	PT PLN (Persero) PLTU 2x100 MW
6	PT Forestra Hijau Mandiri
7	PT Kutai Chip Mill
8	PT Galangan Kapal Balikpapan
9	PT Dermaga Perkasa Pratama (Bayan Group)
10	PT Kaltim Kariangau Industri (Bayan Group)
11	Power Plan 2x25 MW (Bayan Group)
12	PT Balikpapan Environment Service
13	PT Petrosea
14	PT Chevron Indonesia
15	PT Dua-Dua
16	PT Semen Gresik
17	PT Arya Cipta Nusa Indah Nusantara
18	PT Lolo Mitra Pratama
19	PT H & H Internasional
20	PT Balikpapan Oil Terminal
21	PT Sarana Daya Utama
22	PT Astiku Sakti
23	PT Cemindo
24	PT Mandiri Karya Propindo
25	PT Kariangau Citra Raya
26	PT Edika Agung Mandiri
27	PT Raputra Jaya
28	PT Cakrawala Bumi Kutai Sejahtera
29	PT Kharisma Arraw
30	PT Sasma
31	PT Ardensi Tata Patra
32	PT Altrac 1978
33	PT Meratus Line

Catatan: Berbagai sumber

Selain pembangunan rel kereta api dari Kutai Barat sampai ke Kawasan Industri Buluminung di PPU oleh PT Kereta Api Borneo dalam kerja sama bilateral dengan Indonesia, akan pula dikembangkan beberapa peluang bisnis, termasuk peluang untuk menyuplai teknologi Rusia, barang-barang pabrik dan suku cadang sebagaimana yang telah direncanakan. Antara lain teknologi untuk mengolah minyak mentah dengan basis kilang berukuran kecil dan sedang, suplai minyak mentah dari Rusia (Tatarstan), teknologi eksplorasi dan produksi hulu, serta penyulingan hilir gas alam, teknologi produksi pipa plastik (polyethylene) untuk tujuan irigasi di sektor pengembangan industri pertanian di Indonesia pada umumnya dan Kaltim pada khususnya serta pengiriman suku cadang yang dibongkar sebagian untuk perakitan lebih lanjut (produksi) untuk kapal patroli hidrofoil berkecepatan tinggi (untuk penjagaan pantai) bekerja sama dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Kaltim.

Adapun tugas Dewan Kawasan Industri yang dilantik pertengahan 2015 itu antara lain membuat jadwal dan rencana kerja kegiatan paling sedikit satu kali rapat koordinasi lengkap dalam waktu tiga bulan; menyusun rencana induk (masterplan) pembangunan kawasan industri di Kariangau dan Buluminung yang terpadu; mengembangkan BPPMD/PTSP, baik di Kota Balikpapan maupun di Kabupaten PPU, dan mengkoordinasikan dengan pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah; mengendalikan pemanfaatan ruang yang ada dalam kawasan industri; memberikan kepastian hukum dan segera menyesuaikan dengan revisi tata ruang wilayah Provinsi Kaltim; serta melakukan koordinasi dengan para pihak pengambil kebijakan –baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Mereka diberi tugas meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri, khususnya industri manufaktur, meningkatkan daya saing industri dengan terus melengkapi pembangunan infrastruktur yang mampu meningkatkan daya saing daerah Balikpapan dan PPU serta meningkatkan daya saing investasi dengan melakukan promosi investasi di dalam dan di luar negeri.

Gubernur Awang Faroek juga berharap banyak pada kiprah  dan kontribusi Tim Ahli Percepatan Dewan Kawasan Industri Kariangau dan Buluminung Provinsi Kaltim, yaitu Direktur Pembangunan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, Direktur Pembangunan Fasilitasi Industri Wilayah I Kementeri Perindustrian, dan Direktur Industri, Ilmu Pengetahuan, dan BUMN Bappenas.

Lantas bagaimana dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy yang sebelumnya bernama Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy?  KEK Maloy tak terlepas dari target sejuta hektar perkebunan kelapa sawit pada 2013 yang ditetapkan Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak yang ingin menjadikan Kaltim sebagai salah satu provinsi penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di Indonesia. Terkait hal itu, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy di Kabupaten Kutai Timur dipersiapkan menjadi pusat pengolahan CPO beserta produk turunannya dan pusat industri yang terintegrasi dengan pelabuhan berskala internasional.

Terletak pada lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional dan berada pada kawasan pusat ekonomi dunia masa depan (Pacific Rim) merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki KIPI Maloy. Selain itu, kawasan Maloy juga masuk dalam jalur interkoneksitas Kalimantan dan Sulawesi, yang dilalui jalur regional lintas trans Kalimantan dan transportasi penyeberangan ferry Tarakan – Toli Toli dan Balikpapan–Mamuju.

Dasar hukum pembangunan dan pengembangan KIPI Maloy adalah Peraturan Presiden Nomor 32/2012 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Ekonomi Kalimantan, sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Pun diperkuat dengan Instruksi Presiden Nomor 1/2012, yang menetapkan Kalimantan Timur sebagai Klaster Industri berbasis Oleochemical di Maloy, Kutai Timur, serta Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009, Visi Kaltim Bangkit 2013, mewujudkan Kaltim sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera.

Ditetapkannya KIPI Maloy sebagai salah satu dari sejumlah proyek pembangunan di Kaltim yang masuk dalam program MP3EI Koridor Ekonomi Kalimantan merupakan bukti proyek tersebut sangat strategis dan vital sehingga patut memperoleh dukungan dari pemerintah pusat.

KIPI Maloy memiliki dua konsep pembangunan. Pertama, membangun klaster industri oleochemical dan pengolahan hasil tambang berskala internasional dalam rangka meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bisnis. Kedua, menyediakan kawasan industri yang berdaya saing tinggi dengan dukungan insentif dan berbagai kemudahan.

Pembangunan dan pengembangan KIPI Maloy diperkirakan membutuhkan total investasi mencapai Rp4,771 trilyun, dengan luas kawasan 5.305 hektar. Tahap pengembangan pertama seluas 1.000 hektar dan lahan yang sudah dibebaskan seluas 577 hektar.

Percepatan pembangunan KIPI Maloy dilakukan dengan melakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung di antaranya industri olien, industri peleburan almunium, stearin dan PFAD, industri asam lemak, industri biodiesel dan minyak goreng. Ditambah kawasan penunjang berupa pelabuhan, power plant 2x100 MW, jalur rel kereta api dan terminal batubara.

Dalam area industri oleochemical dibangun pelabuhan CPO dengan kemampuan di atas 100.000 DWT. Pada sisi darat dibangun di atas areal seluas 115,38 hektar dengan fasilitas kantor, workshop, fire house dan storage tank sebanyak 19 unit dengan kapasitas masing-masing 3.000 ton/unit.

Selain itu, Pemprov Kaltim juga mempersiapkan infrastruktur pendukung berupa pembangunan jalan akses pelabuhan Maloy sepanjang 17 kilometer dengan nilai investasi sebesar Rp229 milyar berasal dari dana APBN Tahun Anggaran 2011.

Selanjutnya, pembangunan jalan dalam kawasan industri Maloy sepanjang 8,5 kilometer, nilai investasi Rp95 milyar berasal dari dana APBD Provinsi Kaltim 2012, progres 20%. Pembangunan kantor dan fasilitas pendukung Pelabuhan Maloy, nilai investasi Rp39 milyar berasal dari dana APBD provinsi 2012 Rp7,6 milyar dan 2013 Rp31,4 milyar, progres 11,8%.

Kemudian, pembangunan fasilitas penyediaan air baku untuk KIPI Maloy dengan nilai investasi Rp200 milyar. Dengan rincian, pembangunan Bendung Kaliorang Rp30 milyar berasal dari APBD provinsi 2011-2012. Pekerjaan survey, investigasi dan desain (SID) Bendung Slangkau pada luasan lahan 1.500 hektar, dengan anggaran Rp2 milyar dari APBD provinsi 2012.

Pekerjaan model test, sertifikasi Bendung Kaliorang, nilai investasi Rp1,2 milyar, berasal dari dana APBD provinsi 2012. Serta Amdal Bendung Kaliorang, nilai investasi Rp600 juta, berasal dari dana APBD provinsi 2012.

Di luar KIPI Maloy, Pemprov Kaltim juga berupaya meningkatkan infrastruktur jalan guna mendukung percepatan pembangunan kawasan tersebut. Sejumlah kegiatan dilakukan, antara lain penanganan/peningkatan jalan Talisayan-Batu Lepok-Sangkulirang dan peningkatan jalan Sp.Perdau-Maloy.

Penanganan/peningkatan jalan Talisayan-Batu Lepok-Sangkulirang sepanjang 209 kilometer, dengan nilai investasi Rp575 milyar berasal dari dana APBD provinsi dan tiga paket multiyears (MYC) 2012-2013, progres pembangunan fisik sudah mencapai 6% yang dimulai pada awal September 2012.

Peningkatan jalan Sp. Perdau-Maloy sepanjang 30 kilometer, dengan nilai investasi Rp164 milyar berasal dari dana APBN yang terbagi menjadi dua paket. Untuk paket pertama Tahun Anggaran 2012 senilai Rp8,9 milyar dan pekat kedua MYC 2012-2014 senilai Rp155 milyar. Progres pembangunan fisik sudah mencapai 86,5%.

Selain pembangunan jalan, guna mendukung sarana transportasi darat menuju KIPI Maloy, juga dilaksanakan pembangunan rel kereta api Muara Wahau–Lubuk Tutung sepanjang 150 kilometer, kerjasama Pemprov Kaltim dengan Ras Al-Khaimah Minerals and Metal Investment, Uni Emirat Arab (UEA), dengan total investasi sebesar US$ 900 juta.

Berikutnya, pembangunan rel kereta api Tabang–Lubuk Tutung sepanjang 185 kilometer yang dibangun oleh PT Gunung Bayan dengan total nilai investasi sebesar US$ 1 milyar.

Dalam perkembangannya, KIPI Maloy diusulkan Pemprov Kaltim untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Trans Kalimantan Economic Zone (MTKEZ) dengan luas 32.800 hektar. MTKEZ merupakan salah satu lokus pembangunan di Koridor Ekonomi Kalimantan yang akan menjadi bagian dari postur konektivitas nasional guna memaksimalkan pertumbuhan ekonomi.

MTKEZ merupakan integrasi antara KIPI Maloy seluas 5.305 hektar, Kawasan Industri Mineral Trans Kalimantan Economic Zone (TKEZ) seluas 26.500 hektar dan Kawasan Industri Kimia Batuta Coal Industrial Port (BCIP) seluas 1.000 hektar. Lokasi yang dipilih adalah di Kabupaten Kutai Timur, yaitu di Kecamatan Sangkulirang, Kaliorang dan Bengalon (Lubuk Tutung).

Pembangunan MTKEZ yang zona industrinya meliputi oleochemical dasar, industri berbasis makanan dan non-makanan dilakukan untuk memacu perkembangan perekonomian di wilayah timur dan utara Kaltim, sehingga terjadi pemerataan pembangunan yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Hal itu sesuai dengan grand strategy pembangunan ekonomi Pemprov Kaltim yang mengarah pada pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan dengan mengembangkan industri eksisting (minyak bumi, pupuk, gas, crude palm oil [CPO] dan batubara) dan membangun industri berbasis pertanian dengan pendekatan skala ekonomi dan klaster.

“Pemprov Kaltim saat ini berupaya menjadikan MTKEZ sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan menjaga dan meningkatkan daya saing investasi yang didukung dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, posisi geografis pada ALKI II, kondisi keamanan yang kondusif, komitmen pemerintah dalam memfasilitasi investasi dan ketersediaan sumber daya manusia yang memadai,” ujar Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak sekali waktu. 

MTKEZ juga didukung oleh kawasan industri lainnya yang tersebar di wilayah Balikpapan (Kawasan Industri Kariangau), Samarinda (Kawasan Industri Perdagangan dan Jasa), Bontang (Kawasan Industri Minyak, Gas dan Kondensat), Berau (Kawasan Industri Pariwisata), Bulungan (Delta Kayan Food Estate) dan Malinau (Kawasan Hutan Kayan Mentarang).  

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terus melanjutkan pembangunan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy, sebuah kawasan industri dan pengembangan ekonomi terpadu di Kabupaten Kutai Timur.

"Pendanaan pembangunan KIPI Maloy selain didukung APBD Kaltim juga didukung oleh APBN, apalagi kawasan ini masuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)," ujar Kepala Bidang Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Kaltim Hafidz Lahiya.

Hafidz Lahiya menjelaskan pada 2015 lalu proyek ini mendapat dana dari APBD Kaltim senilai Rp15,2 milyar untuk pembangunan sisi laut Pelabuhan Internasional Maloy, antara lain dermaga, pengerasan lahan helipad untuk tiga unit helikopter.

Kemudian dari APBN 2015, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, mengalokasikan dana senilai Rp125 milyar. Dana sebesar itu digunakan untuk pekerjaan lanjutan berupa fasilitas pelabuhan laut crude palm oil (CPO) pada Pelabuhan Maloy.

Hafidz menambahkan bahwa pembangunan KIPI Maloy selama ini terus dikebut agar bisa segera menjadi kawasan ekonomi, seperti pengembangan infrastruktur lahan dan perkantoran.

Dalam pembangunannya, kawasan ini sebelumnya telah memanfaatkan anggaran sebesar Rp229 milyar baik dari APBN maupun APBD Kaltim, seperti yang digunakan buat menyiapkan dan pematangan lahan seluas total 6 ribu hektar.

Pelabuhan tersebut diproyeksikan menjadi pelabuhan terbesar demi mendukung distribusi sumber daya alam di Kalimantan Timur, karena disiapkan menjadi terminal utama pengiriman crude palm oil (CPO), kontainer, batubara, perikanan, dan kebutuhan lain. Pengembangan Pelabuhan Maloy menjadi prioritas karena untuk mendukung kawasan industri sawit dan turunannya. (*)