MASALAH KEAMANAN DAN PROSPEK INVESTASI DI PAPUA

  1. Masalah keamanan di tanah Papua merupakan salah satu pekerjaan rumah dalam negeri yang sangat penting namun belum juga dapat terselenggara dengan baik sampai era paska reformasi saat ini. Hal ini disebabkan karena masih berlarut-larutnya permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan Papua dalam konteks nation-state NKRI, ditambah dengan sensitivitas politiknya yang cukup tinggi dalam konteks internasional. Dengan kata lain, wacana dan praksis apapun yang berkaitan dengan Papua, suka atau tidak, akan selalu bersinggungan dengan kedua dimensi di atas yaitu kemapanan wilayah paling timur RI ini dalam pangkuan ibu pertiwi, dan bagaimana persepsi komunitas internasional atas kondisi poleksosbud di bumi Cendrawasih tersebut.
  2. Keberlarutan penanganan masalah internal di tanah Papua dalam perjalanan sejarah tak lepas dari dinamika hubungan antara pusat dan daerah yang senantiasa dipenuhi dengan tarik menarik antara kecenderungan sentralisasi pemerintah pusat di satu pihak dengan semangat desentralisasi yang muncul di daerah-daerah. Namun demikian, karena adanya historisitas yang khas berkaitan dengan keberadaan Papua dalam kerangka NKRI, dinamika tarik menarik antara pusat dan daerah tersebut memiliki alurnya tersendiri. Kekhasan historisitas tersebut, berbeda dengan daerah lain di Indonesia, selalu menjadi wilayah sengketa (contested terrain) utama di Papua yang pada gilirannya menyumbang bagi terbentuknya “masalah” di Papua yang membedakannya dengan daerah-daerah lain.
  3. Di samping adanya persoalan pemaknaan sejarah, kebijakan politik-ekonomi dan sosial budaya selama lebih dari tiga dasawarsa di Papua cenderung menghasilkan suatu kondisi kesenjangan struktural yang dapat dengan mudah ditunjuk sebagai bukti-bukti untuk menjustifikasi ketidak samaan nasib rakyat Papua dengan saudara-saudara mereka lainnya dalam NKRI. Eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Papua yang telah menguras kekayaan alam secara tak terkontrol dan menyumbangkan trilyunan rupiah ke pada Negara dan elite penguasa di satu pihak, dan keterpinggiran serta keterpurukan penduduk asli Papua di hampir segala bidang kehidupan di pihak lain, menjadi bukti empiris yang tak terbantahkan. Sementara itu, berbagai kebijakan pemerintah pusat, baik dalam tata pemerintahan maupun pembangunan ekonomi dan sosial-budaya, sampai saat ini masih belum dapat meyakinkan penduduk asli Papua bahwa mereka adalah betul-betul “tuan rumah” di kampung halaman sendiri. Kesenjangan struktural inilah yang merupakan komponen dasar bagi munculnya rasa keterasingan (alienation), kekecewaan (frustration), ketiadaan harapan (hopelessness) dalam psyche masyarakat yang menjadi tempat persemaian subur bagi perlawanan, baik terbuka maupun tersembunyi, terhadap otoritas pemerintah maupun masyarakat (overt and covert resistance to authority).
  4. Masalah-masalah diatas masih ditambah lagi dengan keterkaitan Papua dalam geopolitik internasional. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa integrasi Papua dalam NKRI mendapat perlawanan dari beberapa Negara selain Belanda. Australia, misalnya, sampai pada dasawarsa enampuluhan masih memiliki ambisi terbuka untuk memasukkan Papua dalam wilayah pengaruh (sphere of influence) nya. Kendatipun secara politis pemerintah Australia kemudian menganggap bahwa wilayah paling timur Indonesia ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Republik dan mengakui kedaulatan RI sepenuhnya, namun sejarah hubungan RI-Australia sampai kini masih terus diwarnai oleh “masalah Papua” dalam berbagai manifestasinya. Bahkan pada era saat ini, ketika aktor dalam politik luar negeri bukan lagi dimonopoli oleh negara, maka organisasi-organisasi masyarakat sipil internasional (LSM, intelektual, media, dsb) sangat intensif dalam mencermati dan mengangkat “masalah Papua” di fora nasional dan internasional. Kondisi poleksosbud di Papua dengan demikian bukan saja menjadi perhatian publik nasional, tetapi juga internasional. Internasionalisasi “masalah Papua” menjadi suatu hal yang tak terelakkan.
  5. Dengan berkait-berkelindannya permasalahan domestik dan internasional di atas, maka wacana keamanan di tanah Papua pun mengharuskan adanya pemahaman yang baik terhadap berbagai dimensi yang ada. Masalah keamanan di bumi Cenderawasih ini, jadinya, bukan hanya terfokus pada kegiatan-kegiatan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) atau kelompok separatis dan pro-kemerdekaan Papua (OPM, dsb), tetapi juga pada permasalahan yang lebih dalam yang menyangkut apa yang disebut dimensi keamanan kemanuasiaan (human security). Termasuk dalam dimensi terakhir ini adalah hal-hal yang terkait dengan hak-hak dasar berupa keadilan (justice), kesejahteraan (welfare), dan pendidikan (education). Selain itu, penyelesaian masalah keamanan tidak hanya berujung pada penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan, tetapi juga mengupayakan resolusi konflik melalui jalur dialog dan pemecahan yang saling menguntungkan (win-win solution) baik antara pemerintah dan masyarakat sipil, maupun di antara warga masyarakat sipil itu sendiri.
  6. Kepentingan NKRI agar rakyat dan tanah Papua dapat sejajar dengan rakyat dan daerah Indonesia lainnya adalah tujuan yang paling dasar. Kebangsaan kita dibangun bukan atas landasan agama, ras, etnis, dan keunggulan lainnya, tetapi adalah rasa senasib dan sepenanggungan menghadapi ketidak adilan dan penjajahan colonial. Pengikat utama bangsa Indonesia, yaitu bahasa Indonesia, merupakan tali yang paling kuat yang menyatukan rakyat Indonesia sebagai satu kesatuan. Kemampuan bahasa Indonesia dalam kaitan dengan keberadaan Papua dalam NKRI merupakan hal yang tak terbantahkan dan menjadi salah satu modal utama bagi berlangsungnya dialog terbuka dan terus menerus dalam ranah publik untuk mencapai tujuan utama: kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Papua.
  7. Apabila permasalahan keamanan di Papua dapat dipecahkan secara komprehensif dan menguntungkan semua stakeholdersnya, maka problem investasi ke wilayah ini pun dapat diselesaikan secara mudah. Investasi dari dalam maupun dari luar negeri hanya mungkin terjadi secara efektif dan optimal apabila dimensi keamanan di suatu wilayah/negara terjamin. Adalah suatu kemustahilan apabila kita berharap adanya investasi dan investor yang akan berminat untuk melakukan kegiatannya dalam suatu wilayah yang tidak memiliki suatu jaminan keamanan yang memuaskan mereka.
By : THE HIKAM FORUM/https://westpapuatoday.wordpress.com/

Komentar