Menabur Bakti Meraih Prestasi

* Bab 7


Pembangunan tidak dimulai dari barang, tetapi dimulai dari orang: pendidikannya, organisasinya dan disiplinnya. Tanpa ketiga komponen ini, semua sumber daya tetap hanya akan terpendam, tak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka.
E.F. Schumacher, penulis buku Small is Beautiful, 1987

Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengajak semua elemen bangsa untuk membangun Tanah Papua dengan pendekatan Kasih yang menerapkan langkah-langkah afirmatif guna menyelesaikan permasalahan yang khas di Tanah Papua. Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua, Gubernur Papua telah melakukan berbagai perubahan pendekatan pembangunan untuk membangun Papua yang lebih baik dan lebih berpengharapan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks hubungan pusat–daerah, Pemerintah Provinsi Papua menjalankan berbagai kebijakan Nawacita yang ditetapkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Karena itu, kunjungan kerja Presiden Joko Widodo, menjadi bagian dari sentuhan Kasih dari Pemerintah Pusat dalam menyapa rakyat Papua dan juga dilihat sebagai upaya memantapkan berbagai kebijakan negara di Provinsi Papua.
Salah satu infrastruktur penting yang diletakkan oleh Gubernur Lukas Enembe di awal kepemimpinannya adalah Jembatan Holtekamp di Kota Jayapura yang di-groundbreaking oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2015. Ini merupakan salah satu terobosan Pemerintah Provinsi Papua sejak April 2013, dengan membuat skema cost-sharing antara Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kota Jayapura.
Dalam perspektif Papua, Jembatan Holtekamp dijadikan landmark Indonesia di hadapan kawasan Pasifik, dan sebagai simbol kemajuan infrastruktur di wilayah perbatasan RI – PNG.
Demikian pula, menurut Gubernur Enembe, panen raya di Merauke pada 9 Mei 2015 lalu merupakan bagian dari pendekatan wilayah adat Animha di Papua yang menjadikan Merauke sebagai sentra pangan di Kawasan Timur Indonesia.
Selanjutnya, Gubernur Enembe, yang dilantik pada 9 April 2013 silam, menceritakan selama ini telah berkoordinasi dengan Kementerian PPN/Bappenas untuk menata pendekatan pembangunan yang lebih khas ke-Papua-an. Salah satu terobosan itu adalah dimasukkannya pendekatan pembangunan ekonomi wilayah berbasis 5 kesatuan adat (Mamta, La Pago, Me Pago, Animha, dan Saireri) ke dalam RPJMN Tahun 2015-2019.
Terobosan pendekatan yang dijalankan Pemerintah Provinsi Papua, adalah bagian dari komitmen Presiden Joko Widodo di dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan pola desentralisasi yang asimetrik, ujar Gubernur Papua, Lukas Enembe, dalam satu kesempatan.
Lalu dalam hal Freeport Indonesia (FI), menurut Gubernur Lukas Enembe, menjadi agenda strategis dalam RPJMD Papua. Kehadiran Freeport dan dampaknya sangat terkait dengan kesejahteraan rakyat Papua, sehingga diperlukan penataan peran FI terhadap rakyat Papua ataupun terhadap peningkatan kapasitas fiskal Pemprov Papua dan Kabupaten-Kabupaten sekitar usaha produksi Freeport Indonesia. Upaya Pemprov Papua untuk menata usaha pertambangan di Papua adalah penjabaran amanat dari UU No. 21/2001 perihal Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Untuk itu, sejak April 2013 lalu, Pemerintah Provinsi Papua telah mengajukan 17 poin aspirasi Papua untuk renegosiasi antara FI dan Pemerintah. Di mana 11 poin baru sebagai aspirasi Papua dan 6 poin lainnya yang menjadi agenda dari Pemerintahan periode 2009-2014, dan saat ini 17 aspek renegosiasi tersebut dilanjutkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said.
Demikian pula, Gubernur Lukas Enembe mengurai persoalan tingkat kemahalan yang terjadi di Tanah Papua. Karena itu, salah satu terobosan yang dilakukan sejak tahun 2014 adalah membalikkan formula pembagian Dana Otonomi Khusus menjadi proporsi 80:20. Pemprov Papua menyerahkan 80 persen untuk Kabupaten/Kota, dan hanya 20 persen dikelola oleh Pemerintah Provinsi.
Ini merupakan komitmen baru dan keberpihakan Pemprov Papua untuk mendekatkan pelayanan rakyat di 29 Kabupaten/Kota di wlayah Provinsi Papua.

A.  Kerjas Keras Membangun Keterpaduan Tim
Selama lebih dari dua tahun dipercaya memimpin Papua bersama Wakil Gubernur Klemen Tinal, Lukas Enembe mengaku banyak dinamika pembangunan dan penataan birokrasi yang dihadapi Pemerintah Provinsi Papua.
“Banyak dinamika yang kami lewati, sehingga jam tidur (istirahat) kami sangat sedikit. Terus terang meskipun jam tidur yang terbatas tapi Tuhan sudah mengantar saya hingga dua tahun ini,” kata Lukas Enembe ketika mengevaluasi perjalanannya dua tahun memimpin Tanah Papua.
Dia pun berharap, di tahun ketiga kepemimpinannya, semua sistem sudah berjalan baik, karena tahun pertama dan kedua pemerintahan fokus memperbaiki sistem dan bagaimana membangkitkan orang Papua dari negeri yang penuh dengan kekayaan.
“Kami sudah buktikan itu, karena penetapan APBD telah dilakukan lebih awal (Oktober) dan perubahan APBD pada Mei sudah disahkan. Dengan demikian sistem sudah berjalan,” ucapnya.
Selain itu, tambahnya, semua kegiatan yang dilakukan lewat Unit Layanan Pengadaan (ULP) ternyata sangat membantu kerja gubernur dengan sangat luar biasa. “Sistemnya berjalan, sehingga saya percaya kepada seluruh staf terutama pimpinan SKPD bertanggung-jawab penuh melaksanakan secara teknis dalam pemerintahan Provinsi Papua,” tandasnya.
Ke depan dalam memimpin Papua, tegas Enembe, tidak boleh lagi ada orang Papua yang mati di atas kekayaannya karena kelaparan, kemiskinan dan lain semacamnya. Rakyat Papua harus benar-benar sejahtera di Tanah Papua yang kaya raya. Tetesan kesejahteraan harus betul-betul dirasakan sampai lapisan rakyat terbawah dan terjauh di puncak gunung.
Meskipun untuk mencapai kesejahteraan tidak sederhana, karena Papua terdapat berbagai persoalan. “Mungkin anak-anak dan cucu saya ke depan akan menikmati kesejahteraan, tapi sekarang mungkin kita tidak bisa mencapai kesejahteraan itu. Kalau kita mau capai, semua harus sepakat kerja keras dan kompak dalam tim kerja yang padu,” ujar Lukas Enembe.
Di samping itu, Enembe meminta para bupati dan walikota yang adalah tangan kanan gubernur untuk menterjemahkan, menjalankan seluruh program dan kebijakan pelaksanaan pembangunan kemasyarakatan dan pemerintah. Dia berharap para bupati dan walikota bekerja dengan baik dan mendedikasinya dirinya pada kepenitngan masyarakat.
“Tuhan kasih Orang Papua sempurna dan lengkap. Oleh karena itu, tahun ketiga, keempat dan kelima saya harap kebangkitan membawa kemandirian dan kesejahteraan,” kata Enembe.
Kendati telah memperlihatkan kinerja tim yang lumayan padu dengan para bupati/walikota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), DPR Papua tetap mengingatkan beberapa poin yang tetap harus menjadi konsentrasi dan fokus kepemimpinan Lukas Enembe – Klemen Tinal (Lukmen) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa, menilai bahwa visi dan misi Lukas Enembe – Klemen Tinal untuk meraih mimpi Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera, sangat baik. Namun untuk mewujudkannya, perlu dukungan semua pihak yang ada di birokrasi, terutama pimpinan SKPD, para bupati dan walikota.
“Gubernur dan wakilnya harus meningkatkan kontrol terhadap SKPD dan para kepala daerah agar visi-misi itu bisa terwujud hingga ke semua lapisan masyarakat,” kata Laurenzus Kadepa belum lama ini.
Tak hanya itu, Kadepa berharap, ke depan dalam setiap kebijakan, pemerintah harus melibatkan masyarakat adat. Katanya, masyarakat adat adalah pemilik hutan, kayu, air, dan tanah dan kekayaan alam bumi Papua. “Jangan terus mengorbankan masyarakat adat hanya untuk kepentingan investor dari luar. Sudah cukup, selama ini masyarakat adat Papua menderita karena kepentingan investor asing,” ucapnya.
Sekretaris Komisi I DPR Papua, Mathea Mamoyau, mengingatkan, ujung tombak pemerintahan adalah SKPD, namun diduga, banyak SKPD nakal, yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan visi-misi gubernur dan wakilnya.
Dia berharap, di sisa kepemimpinan Lukmen tiga tahun ke depan, legislatif diizinkan memanggil setiap SKPD yang jadi mitra komisi–komisi di DPR Papua untuk membahas sejauh mana kinerja mereka. “Selama ini, ketika kami reses ke Dapil masing–masing, kami menemukan banyak hal. Ini harus menjadi perhatian khusus gubernur dan wakilnya. Jangan sampai visi-misi mereka nantinya hanya tinggal slogan, tak diaplikasikan dengan baik,” katanya.

B.  Tetap Fokus Sembilan Program Prioritas
Dalam perjalanannya sampai lima tahun memimpin Provinsi Papua nanti, Gubernur Lukas Enembe tetap berusaha fokus pada sembilan program prioritas pemerintah Provinsi Papua yang merupakan penjabaran visi-misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera.
Untuk itu Lukas terus aktif mensosialisasikan sembilan program prioritas yang menjadi ruh langkahnya membawa kemajuan dan kesejahteraan rakyat di provinsi paling timur NKRI itu. Di antaranya lewat rapat kerja daerah (Rakerda) dan musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda).
Dalam Rakerda dan Musrenbangda 2014 yang dihadiri Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, MRP, DPRP, Forkompimda, Pimpinan Perguruan Tinggi, Bupati, dan Wali Kota Jayapura, Lukas kembali mengingatkan sembilan program prioritas pembangunan di Tanah Papua.
“Penyelenggaraan Rakerda dan Musrenbangda merupakan suatu tahapan penting yang harus dilakukan bersama-sama dengan seluruh stakeholder pembangunan di provinsi,” kata Lukas saat membuka Rakerda dan Musrenbangda yang dihadiri bupati dan pimpinan SKPD se-Papua, pada April 2014.
Sebab, lanjut Lukas, forum ini digunakan untuk membicarakan prioritas pembangunan dan permasalahannya agar tercipta koordinasi yang mengarah pada integrasi dan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kalangan adat, tokoh agama dan pelaku swasta. “Khususnya pembangunan strategis Papua yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup warga masyarakat Papua serta perwujudan dari agenda pembangunan Papua bangkit, mandiri dan sejahtera,” tandas Lukas.
Menurut Lukas, prioritas pembangunan di 2015 dan tahun-tahun berikutnya adalah sesuai dengan RPJMD, yakni pertama pengurangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar yang harus diprioritaskan pada peningkatan aksesibilitas dan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata, meningkatkan jaminan kesehatan melalui Kartu Papua Sehat, pembangunan dan pengembangan rumah sakit, pembangunan rumah layak huni, peningkatan ketahanan pangan dan implementasi Prospek.
Pembangunan diprioritaskan untuk bagaimana rakyat dapat mendapatkan layanan kesehatan sampai di tingkat kampung-kampung/dusun-dusun, tentunya di sini Pustu dan Puskesmas dioptimalkan pelayanannya, baik dari sisi fasilitasnya maupun tenaga medis dan paramedisnya, demi pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Di sini juga fokus pada penyakit-penyakit endemis dan mewabah, seperti malaria, TBC, dan HIV/AIDS.
Lalu kedua, peningkatan daya saing SDM Papua dalam rangka menghadapi Asian Commudity 2015 dan demokrasi, maka harus diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas belajar pendidikan dasar sembilan tahun serta tuntas buta aksara; pendidikan anak berprestasi dan unggul Papua sejak SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi; peningkatan daya SDM Papua; pendidikan dan pelatihan ketrampilan bagi pencari kerja; penyiapan tenaga kerja siap pakai; pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis kearifan lokal; dan peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita serta perbaikan status gizi masyarakat.
Ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis komoditas unggulan dan peningkatan investasi harus diprioritaskan pada upaya mendorong ketersediaan cadangan baru dan peningkatan produksi pertanian yang berbasis sumber daya lokal, peningkatan kapasitas masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya hutan, pengembangan industri kecil dan menengah terhadap pemanfaatan sumber daya yang tersedia, pembinaan industri kecil dan menengah dalam memperkuat jaringan cluster industri, pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal dan semuanya harus berprinsip pada integrasi tanam petik kelola dan jual. Jadi benar-benar memberdayakan potensi yang ada di Tanah Papua.
Pendek kata, bukan hanya bahan baku diambil di sini dan dialihkan di tempat lain, tetapi produksi sampai pengolahan juga dilakukan di Papua. Dengan kata lain tanam, petik, olah dan dijual oleh orang Papua. Misalnya, jangan hanya menjual jeruknya, tapi juga menjual sirupnya yang produksi rakyat Papua.
Keempat, pembangunan daerah tertinggal, terluar dan pasca konflik diprioritaskan kepada akses pelayanan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, penyediaan infrastruktur dasar, air bersih, perumahan, sanitasi dan listrik serta rekonsiliasi dan rehabilitasi daerah konflik.
Kelima, percepatan pembangunan infrastruktur dan konektifitas antar-daerah dan antar-kawasan diprioritaskan pada pembangunan jalan dan jembatan yang difokuskan pada sebelas ruas straegis pembangunan peningkatan sarana transportasi udara, darat, laut serta pembangunan dan pengembangan air bersih kelistrikan dan komunikasi tersebar di lima wilayah pembangunan.
Koneksitas ini penting, karena sudah sekian tahun dibangun ruas jalan dan sebagainya, namun umumnya belum ada koneksitas (jalan yang tersambungkan) antara kabupaten yang satu dan kabupaten yang lain, sehingga fungsionalnya tidak ada atau tidak dimanfaatkan oleh warga masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya.
Lukas Enembe menegaskan bahwa, selain infrastruktur dibangun, harus ada koneksitas juga. Infrastruktur itu tidak hanya berbicara jalan dan jembatan (pelabuhan laut dan udara), tapi juga menyangkut air bersih, energi listrik, dan telekomunikasi.
Keenam, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang terus difokuskan kepada peningkatan fungsi pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan baik internal maupun eksternal, mengoptimalkan sinergitas pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Selain itu, dengan reformasi birokrasi diharapkan ada perubahan struktur organisasi beberapa satuan kerja yang lebih efektif dan efisien. Di samping itu juga akan dibuat standar-standar minimal, dan juga reformasi birokrasi ini mengenai kesejahteraan pegawai, demi peningkatan kinerja.
Ketujuh, peningkatan prestasi olah raga serta seni budaya. Selama ini Papua dikenal memiliki sumber daya manusia sarat talenta di bidang olah raga dan seni. Untuk itu, Gubernur Lukas berharap betul instansi terkait fokus betul menghadirkan sumber daya manusia Papua yang haus prestasi olah raga dan seni budaya.
Tepatnya bagaimana peningkatan prestasi dan pembudayaan (memasyarakatkan) olah raga dan seni. Peningkatan prestasi olahraga melalui pendidikan sejak usia dini untuk mempersiapkan generasi yang berbakat dalam olah raga dan seni, yang pada akhirnya Papua menjadikan cabang olah raga dan seni sebagai industri. Yang mana jika dalam 5-10 tahun mendatang, ada daerah lain yang membutuhkan atlit-atlit handal, maka bisa membeli di Papua. Sebab itu, saat ini Pemerintah Provinsi Papua memantapkan sekolah olah raga yang ada di Buper Waena.
Delapan, peningkatan ketentraman dan keamanan. Sebagai daerah yang acap diidentikkan dengan wilayah konflik, Gubernur Lukas Enembe mengingatkan benar pada semua pihak untuk tidak lagi bermain api dan memantik konflik di Tanah Papua Tanah yang Diberkati.
Jadi harus ada program bagaimana menciptakan tanah Papua yang aman, damai dan tertib. Jelasnya Pemerintah Provinsi Papua berkolaborasi dengan pihak kepolisian. Yang diharapkan adalah pengembalian citra Papua yang damai dan aman, karena selama ini masih ada stigma Papua tidak aman, sehingga tidak hanya mengganggu investor yang mau masuk, tapi juga mengganggu rakyat Papua.
Dan kesembilan, penguatan implementasi tata ruang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Belajar dari berbagai kesalahan pembangunan dan konsep tata ruang wilayah lain, Papua harus benar-benar disiplin membangun sesuai dengan kapasitas dan peruntukan wilayah yang ada.
“Ini menjadi RPJMD dan prioritas untuk visi-misi Gubernur Provinsi Papua. Saya ingin menyampaikan beberapa hal yang menjadi program kebijakan dan terobosan dalam memimpin provinsi ini. Saya dengan Klemen Tinal telah melakukan 20 hal terpenting dalam memimpin provinsi ini,” jelasnya.
Selain terus konsentrasi pada sembilan program prioritas, dari perjalanan kepemimpinan yang telah dilalui, bersama Klemen Tinal, Lukas Enembe telah mencurahkan perhatian serta fokus, pertama, konsolidasi internal pemerintah. “Kami lakukan komunikasi dengan pemerintah pusat dan kami menata satuan kerja provinsi, tingkat pola kerja dengan pemerintah kabupaten/kota,” tambahnya.
Kedua, rekonsiliasi yang sudah barang tentu didukung oleh Kodam dan Polda Papua. “Ini kita sadari, hidup di alam demokrasi orang bebas berbicara dengan ideologi politiknya. Karena itu kami bangun komunikasi dengan saudara-saudara baik yang berbeda  ideologi maupun bersebrangan dengan negara yang kita cintai,” tutur Enembe.
Dalam kepemimpinannya, Lukas juga didukung oleh Kepolisian daearah Papua serta Kodam XVII Cenderawasih untuk turun menyelesaikan berbagai persoalan konflik horisontal akibat Pilkada atau akibat pertengkaran pandangan, baik eksekutif ataupun legislatif yang terjadi di beberapa daerah di Papua yang mengarah pada konflik antar-masyarakat.
“Saya berharap semua institusi penegak hukum di Papua bekerja dengan baik. Papua sama dengan daerah lain di Indonesia, jangan dijadikan tempat untuk mengelola isu dan menciptakan kerawanan, itu tidak boleh,” tegas Enembe. Lebih lanjut, Tanah Papua harus dijadikan sama seperti provinsi lain di Indonesia yang dalam situasi dan kondisi aman, tenang, damai dan tenteram dalam melakukan pembangunan. “Jangan Papua dijadikan wilayah untuk mengelola isu, cari jabatan dan sebagainya,” tegas Gubernur Lukas.
Sedangkan fokus ketiga adalah inventarisasi masalah yang ada di Papua. Dengan memetakan dan melihat persoalan yang ada, Lukas Enembe aktif mengunjungi hampir seluruh pelosok Papua agar dapat merumuskan terobosan yang harus dilakukan.
Fokus keempat adalah menata regulasi di tingkat nasional dan daerah. “Berulangkali saya tegaskan, pembangunan Papua ini perlu kewenangan yang lebih luas. Pada konteks ini kami telah rekonstruksi UU Nomor 21 Tahun 2001 kepada Pemerintah, di tingkat daerah kami terbitkan Perdasi, Perdasus dan Pergub yang berguna untuk menata percepatan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan,” terangnya.
Lukas Enembe mengakui bahwa mengelola Papua tidaklah mudah, tidak cukup dalam lima tahun apalagi dalam 100 hari semua bisa terselesaikan. “Karena itu, fokus yang telah kami lakukan bertujuan membangun pondasi guna menata masa depan Papua yang lebih baik,” katanya.
Untuk mencapai keberhasilan program prioritas dan fokus pembangunan, Gubernur Lukas Enembe mengalokasikan anggaran berdasarkan fungsi, bukan lagi berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Artinya, jika berbicara pendidikan, tidak hanya Dinas Pendidikan saja yang melaksanakan fungsi pendidikan, tapi juga ada di Dinas Pemuda dan Olahraga (efektif struktur organisasinya Tahun 2014) dan Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan yang tentunya melaksanakan pula kegiatan pendidikan, seperti pelatihan-pelatihan keterampilan pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, dan kegiatan pembinaan keolah-ragaan lainnya.
“Permendagri Nomor 13 sebenarnya sudah jelas mengelompokkan fungsi-fungsi itu, tetapi selama ini tidak diperhatikan dalam pelaksanaannya. Sebab itu, ke depan, dinas/badan dan pihak lain yang melaksanakan pembangunan sektor pendidikan harus pula bisa menggunakan dana pendidikan yang alokasinya 30 persen dari dana Otsus itu. Termasuk fungsi-fungsi urusan lain, nanti kami sesuaikan itu alokasi anggarannya,” jelas Lukas Enembe.

C.  Beberapa Catatan Kinerja
Dalam perjalanan kepemimpinan Gubernur Papua Lukas Enembe, banyak noktah yang dapat menandai poin-poin program prioritas dan fokus membawa Papua bangkit, mandiri dan sejahtera.  Berikut hanyalah sedikit noktah yang berusaha ditahbiskan oleh Gubernur Lukas Enembe bersama pasangannya Wakil Gubernur Klemen Tinal. Sedikit noktah yang memberi arti di hati rakyat Papua.
Dari awal pemerintahannya Lukas cukup intens meningkatkan kapasitas aparatur yang memperkuat rezim pemerintahannya. Terbaru, pertengahan 2015, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua meningkatkan kapasitas aparatur pemerintahan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi berkenaan dengan aspek kebijakan publik.
Staf Ahli Gubernur Papua Demianus W Siep menjelaskan kegiatan diklat profesi ini dimaksud sebagai bagian dari penguatan institusi kapasitas aktor kebijakan publik di kabupaten/kota se-Papua.
"Diklat ini dapat meningkatkan mutu kinerja ke arah tercapainya efisiensi dan efektivitas pembangunan, serta dapat mempertinggi kemanfaatan pembangunan bagi masyarakat luas," katanya.
Demianus menuturkan, dalam rangka pembangunan nasional dan daerah, salah satu fokus perhatian pemerintah dewasa ini berkenaan dengan aspek kebijakan publik adalah berkaitan dengan kinerja pemerintah dan pembangunan yang dinilai belum optimal.
"Pembangunan yang belum optimal disebabkan produk kebijakan publik bermutu rendah, di mana kebanyakan produk kebijakan publik di tingkat nasional dan daerah tampak tidak fleksibel dan belum tepat sasaran," ujarnya.
Menurut Demianus, untuk itu perlu meninggikan dan memperkaya wawasan praktis aparatur pemerintahan pada level provinsi dan kabupaten/kota pada semua instansi SKPD dalam hal perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan publik.
"Aparatur negara juga dituntut untuk memiliki kemampuan yang terampil dan andal dalam menerapkan metode dan teknik-teknik perumusan dalam rangka penyempurnaan kinerja pembangunan," katanya lagi.
Demianus menambahkan dengan menerapkan metode dan teknik dapat dijadikan acuan sebagai penilaian keberhasilan, sehingga dapat diketahui derajat kemajuan output dan outcome sekaligus sebagai umpan balik.
Masih dalam kerangka memperkuat aparatur birokrasi, pada 30 Juni 2015, Gubernur melantik pejabat penting berdasarkan salinan Keputusan Nomor: KEP-108/K/SU/2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemindahan Pejabat Struktural Di Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP). Pada hari itu Heri Dosinaen selaku Sekda Provinsi Papua atas nama Gubernur Papua melantik Darius, Ak sebagai Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Papua yang baru. Sebagai cermin keterpaduan tim aparatur, pelantikan itu dihadiri oleh seluruh Forkompimda dan Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Papua.
Pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua tidak dilakukan asal-asalan. Ada landasan yang kuat buat mengangkat dan melantik pejabat yang. Memang sempat muncul kritikan dari anggota Komisi I DPR Papua soal kinerja sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua yang dinilai kurang berkualitas.
Sekretaris Daerah Papua, Hery Dosinaen, menegaskan bahwa pelantikan kepala SKPD yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua tidak dilakukan secara asal-asalan, tetapi lewat prosedur yang ada. Apalagi visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur telah tergambar dalam rencana kerja dan telah terakomodir dalam DPA masing-masing SKPD.
“Tidak ada SKPD yang dilantik asal asalan. Memang harus diakui dalam dua tahun ini ada dua kepala SKPD yang di demo oleh pegawainya. Tentu itu akan menjadi catatan penting kami. Karena untuk dua tahun kepimpinan gubernur, kami lebih banyak mengevaluasi apa yang telah kami lakukan, termasuk mengevaluasi dana otonomi khusus yang kami berikan ke kabupaten/kota,” kata Dosinaen.
Diakuinya, saat ini memang banyak pegawai yang mengeluhkan pimpinan mereka di dalam penyelenggaraan pemerintahan. “Yah, tentunya kalau bekerja dengan baik pasti semua berjalan dengan baik. Kalau tidak berjalan dengan baik maka pasti ada timbal balik dari staf. Nah ini yang akan kami kaji,” kata Dosinaen.
Pihak DPR Papua sempat mengkritik kinerja sejumlah SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua. Parlemen menilai, 40 persen SKPD di Pemprov Papua belum mampu menterjemahkan visi-misi Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM, Emus Gwijangge, mengatakan dua tahun masa kepempinan Lukas Enembe dan Klemen Tinal perlu ada evaluasi terhadap sejumlah SKPD yang dianggap tak mampu menjalankan program Pemprov Papua. Orang yang ditempatkan memimpin setiap SKPD harus benar-enar punya kemampuan.
“Jangan ada titip-titipan dari pihak tertentu, dan akhirnya tak mengerti visi-misi gubernur, Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera. SKPD yang tak mampu sebaiknya diganti daripada bikin pusing,” kata Emus Gwijangge.
Untuk menjawab kritikan itu, Pemerintah Provinsi Papua secara kontinyu dan periodeik menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi segenap jajaran aparaturnya.
Kemudian, untuk membawa peningkatan potensi ekonomi lokal, Juli 2015, menandai peran baru Papua sebagai sentra pangan wilayah timur Indonesia, Gubernur Papua Lukas Enembe menerima Beras Hasil Panen Pertanian Kabupaten Merauke yang diserahkan langsung oleh Bupati Merauke Rumanus Mbaraka di Palabuhan Jayapura. Beras tersebut akan diperuntukkan bagi Beras Pegawai di Pemerintah Provinsi Papua.
Lalu pada awal September 2015, Gubernur Papua Lukas Enembe memimpin Apel Pagi Pemprov Papua di halaman Kantor Gubernur sekaligus menyerahkan Bibit Cabai kepada perwakilan SKPD di lingkungan Pemerintahan Provinsi Papua dalam Pencanangan Gerakan Menanam Cabai menjelang hari Besar Keagamaan dan Antisipasi Inflasi. Tanah Papua yang subur harus betul-betul dimanfaatkan dan dberdayakan. Dengan gerakan menanam cabai dan sayur-sayuran yang lain, diharapkan warga Papua tidak lagi menggantungkan diri dari luar untuk memenuhi kebutuhan sayuran.
Saat ini ada lebih dari lima kabupaten bisa menjadi sentra panganan lokal, di antaranya Merauke telah tersedia sekitar 35 ribu hektar untuk dapat ditanami tanaman pangan, tanaman hortikultura dataran rendah, misalnya padi dan jagung; Nabire, Jayapura dan Keerom bisa ditanami padi; kemudian sejumlah kabupaten di Pegunungan Tengah Papua dapat ditanami umbi-umbian.
Saat ini untuk menanami tanaman sagu di Papua hampir sulit. Sagu juga mulai hilang di beberapa kabupaten penghasil sagu, akibat percepatan pembangunan. Dari sisi produksi pangan, tanaman padi paling cepat panen. Padi hanya membutuhkan tiga bulan untuk panen, sementara umbi-umbian dibutuhkan waktu sembilan bulan. Sedangkan sagu membutuhkan waktu panen hingga 8 tahun.
Hal ini juga yang menyebabkan hampir sebagian besar warga masyarakat Papua telah mengkonsumsi beras dibandingkan dengan panganan lokal lainnya. Apalagi program pemerintah untuk raskin tembus hingga pedalaman Papua.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota akan terus membuka lahan baru untuk sentra pertanian guna penguatan pangan lokal. Kendati beras tetap dibutuhkan oleh warga masyarakat Papua, namun pangan lokal tak bisa dihilangkan sebagai makanan pengganti beras.
Pemerintah Provinsi Papua mendukung penuh langkah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang pada akhir 2014 lalu mencanangkan program Papua sebagai lumbung pangan nasional dengan cara melalui pengembangan industri berbasis komoditas di wilayah itu. Sejumlah komoditi yang diharapkan dapat menunjang lumbung pangan nasional itu adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, sagu, ubi, sayur mayur dan buah-buahan.
Selanjutnya, untuk fokus di sektor kesehatan, Gubernur Lukas Enembe SIP, MH telah melaunching atas kenaikan status RSUD Kabupaten Biak Numfor dari tipe Kelas C ke tipe Kelas B. Dengan peningkatan kelas tersebut, RSUD Kabupaten Biak bisa dijadikan rujukan yang dapat membantu warga masyarakat di wilayah Adat Saereri dan sekitarnya.
Masih di RSUD Biak, Gubernur Lukas Enembe juga meresmikan gedung perawatan nifas. Gedung ini  mampu menampung pasien kurang lebih 30 orang. Launching dan peresmian gedung nifas RSUD Biak dapat dikatakan sebagai tonggak mewujudkan sumber daya manusia Papua yang sehat. "Bertahap akan terus kita benahi peningkatan pelayanan seluruh Rumah Sakit yang ada di Provinsi Papua untuk meningkatkan Mutu Kesehatan Ibu Dan Anak juga Seluruh Masyarakat di Papua," ujar Gubernur Lukas Enembe.

D.  Mimpi dan Obsesi
Dengan sembilan program prioritas dan fokus pembangunan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, mimpi dan obsesi Gubernur Lukas Enembe tidak muluk-muluk. Satu di antaranya implementasi Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang sudah diterapkan selama 14 tahun di Papua benar-benar dapat berjalan optimal.
“Bagi Papua sendiri, UU Otonomi Khusus membawa harapan baru, untuk menjawab berbagai persoalan yang terjadi bertahun-tahun sejak Indonesia merdeka,” ujar Gubernur Papua Lukas Enembe.
Namun, kata Lukas, terdapat masalah formulasi dan implementasi Otonomi Khusus Papua, di antaranya adalah beberapa kebijakan nasional dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang tidak sejalan dan tidak selaras dengan UU Otonomi Khusus. Bahkan, banyak lembaga pemerintahan yang tidak tahu mengenai Otonomi Khusus Papua ini sehingga kebijakannya menjadi saling berbenturan.
“Pemerintah pusat tidak melakukan sosialisasi UU Otonomi Khusus pada tingkat Kementerian/Lembaga, sehingga hal itu pula yang membuat Pemerintah Propinsi Papua tidak mau persoalannya terlalu dicampuri oleh pemerintah Pusat di Jakarta. Persoalan yang terjadi di Papua biarlah Pemerintah Papua sendiri yang menyelesaikannya,” tandas Lukas.
Pemerintah Provinsi Papua merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah Pusat di Jakarta sehingga berbagai persoalan di Papua diharapkan dipercayakan saja kepada pemerintah di Papua.
Lukas Enembe mengingatkan selama pemerintah pusat tidak percaya terhadap pemerintah Papua, maka di saat itu pula rakyat di Papua tidak percaya terhadap pemerintah di Jakarta.
“Jangan samakan Papua dengan Provinsi lain. Karena, Papua itu berbeda. Jadi kami berharap pemerintah pusat untuk mempercayakannya sepenuhnya kepada kami,” tegasnya.
Dengan memberikan kepercayaan yang penuh, Lukas merasa semakin mudah membangkitkan manusia Papua yang mandiri. Dia ingin manusia Papua menjadi pribadi mandiri yang berani, mau belajar, dan mau berlatih berdasarkan pengalaman hidupnya. Pribadi yang mampu melihat, mencoba, dan merasakan sendiri hal-hal tertentu yang memang seharusnya sudah dilakukan.
Lukas berharap sebuah pencapaian manusia Papua sebagai pribadi-pribadi mandiri yang berani mengarahkan kegiatan hidupnya untuk menggapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pribadi yang memiliki langkah-langkah, kegiatan atau tingkah laku yang efektif untuk mencapai gambaran kehidupan yang diidealkan. Misalkan bagaimana manusia Papua yang berani mengambil langkah memanfaatkan segenap sumber daya alam dan potensi lokal sehingga dapat dijadikan jembatan untuk meraih hidup yang sejahtera.
Lukas menggantung mimpi suatu saat nanti muncul banyak manusia Papua sebagai pribadi mandiri yang berani mengambil keputusan secara cepat dan cepat. Pribadi yang melakukannya dengan berdasarkan data dan informasi yang memadai, mendalami secara mandalam sebab-akibatnya, memperhitungkan segala kemungkinan, menemukan solusi, menganalisa dampak dari solusi dan akhirnya tegas mengambil keputusan dan menjalankan dengan sadar dan bertanggung-jawab.
Dari perjalanan hidupnya, Gubernur Lukas Enembe menyadari bahwa setiap orang harus mempunyai sikap mandiri. Setiap orang dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Jangan sampai terus-terusan bergantung kepada orang lain. Setiap manusia harus berusaha untuk dapat sepenuhnya berdiri di atas kaki kita sendiri.
Kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri serta tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain. Orang yang mandiri bahkan akan berusaha memecahkan masalah sendiri tanpa meminta bantuan dari orang lain.
Sebab itu, Gubernur Lukas Enembe mengingatkan orang Papua harus bangkit menjadi pribadi yang mandiri. Manusia yang mandiri tidak akan terwujud selama ia tidak mempunyai sikap-sikap mandiri dan belajar menjadi pribadi yang mandiri.
Dan, mimpi itu telah berusaha diretas oleh Gubernur Lukas Enembe dengan mendorong sembilan program prioritas dan fokus pada penguatan sumber daya manusia. Mimpinya, pada akhir 2018 sudah ada perubahan yang signifikan pada penurunan angka kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan penurunan angka kematian ibu dan anak. Selain itu, dari sisi infrastruktur telah terbangun konektifitas akses antar-kabupaten/kota atau antar-kawasan. Tentu ini diperlukan kerja keras semua pihak. (*)


Komentar