Suhu Maksimal Jakarta 35 Derajat


Air kiriman dari Bogor kini dinanti warga Tangerang, Jakarta dan Bekasi. Terutama warga yang mengandalkan suplai air bersih dari perusahaan daerah air minum (PDAM) dan mitra bisnisnya.

========

Beberapa waktu belakangan, suhu udara wilayah Jakarta dan sekitarnya terasa menyengat. Berada pada kisaran 33-35 derajat Celcius. Memang belum sampai panas ekstrim 50 derajat Celcius seperti terjadi di India. Namun, sengatan panas itu sangat dirasakan oleh warga yang terutama beraktivitas di luar ruangan.

Tak hanya udara yang panas, kemarau yang diperkirakan mencapai puncaknya pada September nanti itu juga telah menimbulkan kekeringan di banyak tempat. Beberapa situ, waduk dan bendung sampai terlihat dasarnya yang berupa lumpur.

Keadaan panas dan kering di sekitar wilayah Jabotabek ini tidak terlepas dari fenomena El Nino –naiknya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah.

Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), A Fachri Radjab, mengatakan, bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, memasuki musim kemarau. "Ditambah lagi, saat ini, Indonesia dan negara equator lainnya, memasuki kondisi fenomena alam, El Nino. Yaitu meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik," jelas Fachri beberapa waktu lalu.

Dampaknya, terang Fachri, curah hujan akan semakin berkurang dan banyak wilayah mengalami kekeringan. "Yang jelas, jika melihat dari musimnya saja, Indonesia saat ini, sebagian besar memasuki musim kemarau," katanya.

Khususnya wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) telah memasuki musim kemarau sejak April dan diperkirakan berakhir pada akhir November nanti. Dan baru pada bulan Desember akan memasuki masa musim hujan.

"Saat ini, kita berada di tengah-tengah musim kemarau. Tapi ini belum puncaknya. Puncak musim kemarau, saat matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, yang diperkirakan terjadi pada September nanti," jelasnya.

Kepala Stasiun Klimatologi Dramaga, Dedi Sucahyono, menambahkan bahwa hujan sulit diharapkan turun karena kumpulan awan di Laut Jawa relatif kering. "Dari pantauan kami, nampak kumpulan awan di atas laut Jawa terutama Jawa Barat tidak berpotensi menghasilkan hujan," ungkap Dedi.

Dedi juga memperkirakan, kekeringan yang saat ini terjadi belum memasuki puncak. Di mana untuk wilayah Bogor diprediksi berlangsung hingga September.

Untuk itu, dia mengimbau masyarakat maupun instansi terkait bersiap-siap dan melakukan langkah antisipasi. Terutama pada titik-titik kekeringan terburuk yang berada di Cibumbulang, Katulampa, Dramaga, Ciriung, Cariu, dan Cikasungka.

Kendati kecil kemungkinan hujan turun, Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMKG, A Fachri Radjab, menjelaskan untuk wilayah Jabodetabek masih berpotensi turun hujan, terutama wilayah yang berada di sisi selatan seperti Jakarta Selatan, Depok, dan Bogor.

Saat ini, tambah Fachri, matahari sedang berada di belahan bumi Utara, bergerak ke Selatan arah khatulistiwa dan kembali ke Selatan lagi. Kemudian, pada Desember nanti, matahari akan berada di belahan bumi selatan.

Sampai pekan ketiga Agustus diperkirakan Jakarta mengalami suhu udara maksimal, mencapai 33 derajat hingga 35 derajat Celsius. Suhu udara maksimal biasanya terjadi sekitar pada pukul 15.00. Sementara itu Indonesia pada umumnya akan mengalami peningkatan suhu maksimal mencapai kisaran 35 sampai 37 derajat Celsius.

Soal gelombang panas dan suhu ekstrim yang melanda beberapa negara lain, Fachri mengatakan, bahwa di Indonesia, kecil kemungkinan, akan mengalami suhu udara ekstrim yang mencapai lebih dari 50 derajat Celsius seperti di India.

"Kecil kemungkinan terjadi suhu udara ekstrim di Indonesia. Karena aliran udaranya berbeda dengan India. Selain itu Indonesia, diuntungkan karena merupakan negara kepulauan. Kelembaban Indonesia juga tinggi karena masih banyak daerah hijau dan pegunungan," jelasnya.

Di Indonesia, suhu udara tertinggi yang pernah dicatat BMKG, sejauh ini hanya sampai 39 derajat. Sementara wilayah Jakarta, hanya 37 derajat Celsius

Fachri mengimbau agar warga mengantisipasi dengan menjaga diri dan lingkungan. Sebab dampak cuaca panas itu akan dialami pada tubuh serta lingkungan.

"Dampak suhu tinggi kepada tubuh, otomatis tubuh akan kurang cairan khususnya buat mereka yang sering beraktivitas di luar ruangan. Harus lebih banyak minum air, agar cairan tubuh tetap terjaga,” ujar Fachri.

Sementara, untuk wilayah yang rawan kekeringan, harus diantisipasi dengan memperbanyak daerah resapan air. Untuk penanganan jangka pendek ini PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang, Banten, mengerahkan 21 unit mobil tangki gabungan untuk membantu warga setempat. Mobil tangki itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih terkait suplai air terhenti akibat Sungai Cisadane mengering.

Kepala Hubungan Pelanggan PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang, Edi Junaedi mengatakan, tangki tersebut berasal dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) sebanyak 11 unit, Pemadam Kebakaran enam unit, Pemprov Banten satu unit dan milik PDAM Tirta Benteng tiga unit. Dijelaskannya, tangki mobil tersebut memiliki kapasitas berbeda dan mampu mengangkut air untuk kebutuhan warga satu kompleks.

Dengan bantuan air bersih menggunakan tangki, diharapkan kebutuhan air bersih warga bisa terpenuhi. "Mulai hari ini, semua tangki bantuan bergerak memberikan bantuan air bersih," kata Edi pekan lalu.

Bagi warga yang ingin mendapatkan air bersih, Edi menambahkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melapor ke Kelurahan dan Kecamatan. Nantinya akan dilanjutkan kepada PDAM untuk dikirim ke wilayah tersebut. Warga pun bisa datang langsung ke PDAM dan akan berangkat bersama dengan mobil tangki pembawa air. (*)



Aetra Tangerang Stop Produksi

Kekeringan, ketiadaan kiriman air dari Bogor ditambah kerusakan Bendungan Pintu Air 10 Tangerang Pasar Baru (Pintu Air 10) mengakibatkan PT Aetra Tangerang berhenti produksi sejak 16 Agustus.

"Cuaca memang tidak stabil, kekeringan memang ada. Bahkan Bogor juga tidak ada hujan," kata Presiden Direktur PT Aetra Tangerang Untung Suryadi di Tangerang, pertengahan pecan lalu.

Namun, Untung menyebutkan, kekeringan bukan alasan utama penyebab berhentinya produksi air. Kekeringan masih bisa ditangani dengan sejumlah usaha yang biasa mereka lakukan saat kekeringan melanda. "Tapi ditambah ada kerusakan pintu air yang mempercepat air Cisadane terbuang keluar. Padahal air tersebut air baku kami," ujarnya.

Kepala Bendung Pintu Air 10 Cisadane, Sumarto, menjelaskan kerusakan Pintu Air 10 telah selesai diperbaiki pada 17 Agustus 2015. “Sekarang ini tinggal mengangkat stop block saja, dari depan pintu nomor 6 untuk menguji apakah pintu ini sudah mampu menahan air dengan baik atau belum,” katanya.

Namun Sumarto mengakui bahwa terselesaikannya perbaikan Pintu Air 10 tidak serta membuat debit air Sungai Cisadane kembali normal. Debit air akan kembali normal bilamana Tangerang sudah menerima air kiriman dari Bogor. Arti kata, sudah turun hujan di Bogor.

Karena debit air Cisadane belum normal, menurut Ira Indirayuni, Head of Corporate Communication PT Aetra Air Tangerang, produksi air bersih Aetra masih terhenti. Kondisi Sungai Cisadane mengalami penurunan air secara signifikan, katanya, menjadikan bangunan intake tidak memperoleh suplai air baku. (*)

Komentar