Efisiensi Pilkada Mustahil Terjadi

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Siti Zuhro dari Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI, moderator Nico Harjanto, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik, dan Ikrar Nusa Bhakti dari P2P LIPI menjadi nara sumber dalam diskusi Menuju Pemilukada Serentak di Indonesia yang diselenggarakan di Kantor LIPI, Jakarta, Selasa (16/6/2015).


 Pola pemilihan kepala daerah serentak saat ini tidak memungkinkan efisiensi terjadi. Selain karena harga barang dan jasa yang semakin mahal dan dibiayainya empat metode kampanye oleh negara, juga karena pemilihan tidak serentak digelar di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik mengatakan hal ini dalam diskusi bertajuk "Menuju Pilkada Serentak di Indonesia" yang digelar dalam rangka ulang tahun Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Kantor LIPI, Jakarta, Selasa (16/6/2015).
Selain Husni, hadir pula dua pembicara lainnya, yaitu pengamat politik senior dari LIPI, Siti Zuhro dan Ikrar Nusa Bakti. Diskusi dimoderatori Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto.
Husni menjelaskan, efisiensi besar dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada) baru bisa tercapai jika seluruh pemilihan gubernur/wakil gubernur diselenggarakan bersamaan dengan seluruh pemilihan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota.
Dengan pola ini, sejumlah kegiatan yang memakan biaya besar tidak perlu dilakukan berulang kali. Sebagai contoh, kegiatan pemutakhiran daftar pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pemilu, dan honor untuk penyelenggara pemilu di lapangan.
Atas dasar itu, untuk pilkada serentak tahap pertama tahun ini, efisiensi biaya pilkada hanya terjadi di sembilan provinsi yang menggelar pilkada bersamaan dengan sejumlah kabupaten/kota di provinsi tersebut.
"Adapun pilkada di 23 provinsi lainnya tidak terjadi efisiensi karena pilkada hanya digelar di tingkat kabupaten/kota, tidak bersamaan dengan pemilihan gubernur/wakil gubernur," kata Husni.
Seperti pernah diberitakan, anggaran untuk KPU di daerah guna penyelenggaraan pilkada di 269 daerah tahun ini, seperti disepakati dalam naskah perjanjian hibah daerah, mencapai Rp 5,676 triliun dari usulan awal KPUD Rp 7,127 triliun. Jumlah anggaran pilkada ini bisa lebih besar karena belum termasuk anggaran untuk badan/panitia pengawas pemilu di daerah.
Ikrar mengatakan demokrasi memang mahal, membutuhkan biaya besar untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, besarnya uang rakyat yang harus dikeluarkan untuk membiayai pilkada itu seharusnya dibarengi dengan kesadaran tanggung jawab politik dan etika politik dari para pemangku kepentingan.
Menurut Siti Zuhro, partai politik memiliki tanggung jawab terbesar karena partai merupakan sumber utama calon-calon kepala/wakil kepala daerah. "Bekali mereka dengan hal-hal yang substantif, jangan justru membebani dengan pungutan-pungutan yang akhirnya nanti bisa memicu korupsi oleh calon kepala/wakil kepala daerah saat mereka menjabat," tuturnya.
Peneliti senior LIPI lainnya, Mochtar Pabottingi, yang menghadiri diskusi itu, mengatakan, pilkada menjadi mahal atau tidak efisien terutama bagi calon kepala/wakil kepala daerah karena terlalu banyak distorsi yang terjadi selama pilkada, baik saat pendaftaran, pencalonan, maupun kampanye. "Ini harus dikontrol," ujarnya.
Islah Partai Golkar
Para calon kepala daerah dari Partai Golkar ditargetkan dapat mulai mengikuti tahapan pemilihan kepala daerah serentak. Paling lambat pekan depan persiapan sudah bisa dimulai setelah hal-hal teknis islah sementara telah disepakati.
"Kalau untuk keseluruhan kesepakatan islah sementara, kami menargetkan dua minggu selesai. Kami optimistis dua belah pihak dapat sepakat," kata Ketua Tim Islah Sementara dari kubu Munas Bali, MS Hidayat, Selasa, di Jakarta.
Menurut Hidayat, materi islah sementara kini sedang disusun oleh dua tim sebelum dapat dirundingkan kembali. Ada waktu empat hari sebelum dua kubu berunding kembali di Hotel Sultan, Jakarta.
Terdapat juga beberapa hal teknis, di antaranya pembentukan tim bersama penjaringan di tingkat pusat dan daerah, teknis pelaksanaan survei, serta pembiayaan survei.
Yorrys Raweyai, Ketua Tim Islah Sementara dari kubu Munas Jakarta, mengatakan, sebenarnya pertemuan islah kedua direncanakan lebih cepat. "Namun, sebentar lagi memasuki awal puasa sehingga ada yang menginginkan berkumpul bersama keluarga pada hari pertama puasa," ujarnya.
Percepatan penyelesaian islah sementara oleh tim runding sangat dinanti karena pendaftaran calon kepala daerah menghadapi pilkada serentak dilakukan pada 26 Juli 2015.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung ketika ditemui pada Sabtu lalu sangat realistis. Dia memberikan waktu paling lambat tanggal 1 Juli 2015 sebagai batas akhir kesepakatan islah sementara.
"Kalau kader yakin dengan diri sendiri, lebih baik maju sebagai calon independen. Bila tidak, kini dapat persiapkan diri untuk berkoalisi dengan partai lain," ujar Akbar.
Namun, Akbar menyarankan kerja sama dengan koalisi lain sebaiknya tidak diformalkan terlebih dahulu. "Lihat perkembangan saja. Andai kata Partai Golkar dapat ikut pilkada langsung, ya, lewat Golkar. Bila tidak, baru melalui partai lain," tuturnya.
Juru bicara Poros Muda Partai Golkar, Andi Sinulingga, berharap pertemuan pada Jumat pekan ini kembali berjalan guyub. "Sangat penting bagi kedua pihak untuk menahan diri supaya Golkar ikut pilkada," ujarnya.
Andi menambahkan, sangat penting bagi Golkar untuk menempatkan kader di posisi kepala daerah. "Mereka penting untuk menjalankan mesin partai ketika menghadapi Pemilu 2019," ujarnya. (A Ponco Anggoro dan Haryo Damardono/nasional.kompas.com)

Komentar