Lengkeng Ambarawa, Riwayatmu Kini



Sedih saya kalau inget nasib lengkeng kesukaanku sejak kecil ini. Manisnya bener-bener khas, bahkan lengkeng 'Kaisar' dari China yang diunggulkan bisa menyerupai manisnya lengkeng Ambarawa kayaknya belum mampu. Pokoknya tak tertandingi.

Dari Salatiga (Ujung-ujung), sampai menyambung ke Ambarawa, Bandungan, Pringsurat, Temanggung sampai ke Megelang masih bisa dinikmati sampai sekarang pohon lengkeng yang berumur sudah puluhan tahun, bahkan ratusan tahun. Namun populasinya dapat dipastikan terus merosot, selain mati karena tua tak terurus, juga banyak ditebang oleh pemiliknya untuk sekedar kayu bakar, bak truk sampai untuk kerajinan kayu lengkeng yang sedang pupuler, karena kayu lengkeng memang punya urat/alur kayu yang khas. Akar lengkengpun terlihat menarik bila dibongkar. Anda mungkin berpikir para petani pasti dapat harga mahal untuk pohon lengkengnya yang ditebang para pengrajin? Jangan terkejut, mereka cuma mendapatkan uang per pohonnya antara Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,- tergantung diameter pohonnya.

Kenapa mereka senekad itu? Menjual dengan harga murah, padahal dari sekali panen saja mereka pasti mendapatkan lebih dari itu? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Tampaknya terbaca rasa frustasi dari petani lengkeng ini, terutama menanggung biaya produksi yang besar yang dirasa tidak sesuai lagi (orak cucuk) dengan penghasilan dari penjualan buah lengkeng.

Mari kita hitung pelan-pelan, seperti yang dituturkan ibu Imah salah seorang petani yang kini jadi penjual buah lengkeng lokal di Rejosari Temanggung. supaya kita tahu sedramatis apa yang dialami petani lengkeng Ambarawa/lokal. Dan kita cuma mengambil satu contoh biaya pemasangan kreneng saja:
  1. Sebelum di panen,  dompolan buah lengkeng diselubungi/ dibungkus kreneng supaya tidak di makan kelelawar. Harga 1 buah kreneng adalah Rp 400,- pada saat panen raya. Bila dibutuhkan 1.500 kreneng  tiap pohonnya berarti biaya pembelian kreneng Rp 600.000,-
  2. Tenaga kerja untuk pemasangan kreneng di pohon yang paling cepat adalah 3 hari dengan 3 tenaga kerja. Bila 1 orang dibayar Rp 40.000,- (Rp 30.000,- plus makan dan rokok) maka biaya tenaga kerjanya adalah 3 orang x 3 hari x Rp 40.000,- atau sama denga Rp 360.000,-
Nah, jumlah biayanya jadi Rp 960.000,-. Bandingkan dengan pendapatan dari penjualannya khususnya untuk lengkeng Ambarawa yang sebagian besar berjenis Kopyor (daging lebih tipis dari jenis Batu), saya pernah melihat pada saat panen raya dimana jenis lengkeng ini kurang begitu laku, bayangkan cuma dihargai Rp 4.000,- saja per Kilogramnya. Jika satu pohon bisa menghasilkan 150 Kg paling banyak maka jumlah uang yang diterima cuma Rp 600.000,-. Hahhhh!!!!! Entahlah apa saya salah ngitungnya?

Jadi wajarkan kalo pohon lengkengnya sampai dijual? Sejak buah lengkeng dari Thailand dan China menyerbu, ditambah munculnya tanaman lengkeng dataran rendah yang buahnya jauh lebih besar di seantero nusantara, maka seleksi alampun terjadi. Pelan tapi pasti lengkeng Ambarawaku makin tersingkir. Semoga saja tidak. 
 
Ikuti Ya!

Komentar