Kunjungan Jokowi Tak Menurunkan NTT sebagai Provinsi Terkorup

Headline Ilustrasi Korupsi NTT
Headline Ilustrasi Korupsi NTT (sumber: istimewa) 

Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai provinsi dengan predikat “minus dan defisit” dalam berbagai bidang, boleh jadi kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ulang tahun Provinsi NTT ke-56 tanggal 20 Desember 2014, tidak akan bisa menurunkan rangking NTT sebagai provinsi terkorup, terbesar kejahatan trafficking dan terbesar ke-5 di Indonesia untuk kepala daerah yang tersangkut kasus hukum.
Demikian dikatakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), yang juga sebagai penasehat, Save NTT (Ormas), Petrus Selestinus, dan Ketua Umum Save NTT, Bonifasius Gunung, di Jakarta, Minggu (4/1).
Dalam catatan TPDI dan Save NTT, sampai akhir tahun 2014, provinsi NTT “meraih juara” dalam kejahatan yaitu sebagai provinsi termiskin nomor lima dan terkorup nomor enam di Tanah Air.
Sedangkan dalam perdagangan orang NTT meraih sebagai nomor satu dari seluruh Provinsi di Tanah Air. Dalam peredaran gelap narkoba NTT berada pada urutan kelima dari semua provinsi di Indonesia.
Selain itu, dalam hal kepala daerah bermasalah secara hukum di Indonesia NTT berada pada posisi kelima juga diantara semua provinsi di Indonesia.
Petrus mengutip data Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri RI bahwa tidak kurang dari 16 orang Kepala Daerah/Wakilnya di NTT, bahkan akan bertambah terus, tersangkut kasus hukum atau sedang menghadapi proses hukum untuk dimintai pertanggungjawaban pidana.
Menurut Petrus, bisa dibayangkan kalau saja Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Bupati dan Wakil Bupati se-NTT, semuanya hadir ketika Presiden Jokowi berkunjung ke NTT beberapa waktu lalu, maka dapat dipastikan bahwa Presiden Jokowi sesungguhnya sedang dikelilingi oleh mayoritas pejabat daerah dengan status “sedang bermasalah dengan hukum”.
Menurut Petrus, Gubernur NTT Frans Leburaya dan Wakil Gubernurnya, Benny Litelnoni disebut-sebut tersangkut kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) tahun.
Selain itu, Bupati Ngada, Bupati Manggarai Timur, Bupati Nagekeo, Bupati Flores Timur, Bupati Lembata, Bupati Sabu Raijua, Bupati Rote Ndao, Bupati Sumba Barat Daya, Bupati Sumba Barat, Bupati Manggarai Barat, Bupati Soe dan Bupati Kefamenanu yang sampai saat ini proses hukumnya masih macet di kepolisian dan kejaksaan setempat tanpa ada pertanggungjawaban.
“Kasus-kasus korupsi ini macet patut diduga ada permainan antara para petinggi daerah itu dengan petinggi aparat penegak hukum di NTT,” kata dia.
Karena itu, tegas Petrus, HUT Provinsi NTT ke-56 yang dihadiri Presiden Jokowi, tidak bermakna bagi penegakan hukum, tetapi hanya bermakna seremonial sesaat bagi pencitraan Gubernur NTT, karena berhasil menghadirkan Presiden Jokowi, dan dua gubernur tamu yakni Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Tengah, di tengah mayoritas pimpinan daerah di NTT yang berstatus sedang bermasalah hukum.
Karena itu, Petrus menyayangkan kehadiran Presiden Jokowi ke NTT beberapa waktu lalu selain karena tidak memberi makna apa pun bagi penegakkan hokum. Hal ini, kata dia, terbukti dari Presiden Jokowi sama sekali tidak memberikan pernyataan tentang bagaimana solusi memberantas korupsi, human trafficking (perdagangan manusia) dl. di NTT.
Selain itu, kata Petrus, Gubernur Frans Leburaya telah tidak jujur dan terbuka ketika memberikan penjelasan kepada Presiden Jokowi tentang kondisi buruk penegakkan hukum di NTT.
“Gubernur malah memanfaatkan kondisi buruk penegakan hukum tersebut secara mengejutkan dengan mendapatkan garansi dari Kejaksaan Tinggi NTT bahwa kasus dugaan korupsi Dana Bansos Provinsi NTT– TA 2010-2011 telah dihentikan penanganannya,” kata dia.
Menurut Petrus, Gubernur NTT telah berhasil membungkus performance negatif Provinsi NTT, dengan memoles wajah bopeng predikat NTT sebagai tersebut di atas.
Oleh karena itu, Petrus mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Jaksa Agung dan Kapolri agar tuntas kasus-kasus hukum yang mandek di NTT. (http://www.beritasatu.com)

Komentar