Merawat “Urat Nadi” Inovasi



* Unilever Indonesia


Tantangan bisnis consumer good semakin sengit. Kompetisi semakin ketat dan meningkat secara global. Unilever berusaha memenanginya dengan memperkenalkan produk-produk baru secara berkesinambungan dan meningkatkan produk yang sudah ada. Kuncinya adalah penemuan baru (inovasi) dan aplikasi teknologi baru yang tepat sesuai kebutuhan konsumen.


INOVASI BOLEH dikatakan mewarnai setiap langkah perjalanan sejarah Unilever. Mulai dari pengembangan margarin yang diperkaya vitamin di masa depresi tahun 1930 hingga tahun 2012 ketika Unilever mengeluarkan pasta gigi dengan teknologi optical-effect yang dapat membuat gigi lebih putih.
Inovasi adalah mesin penggerak pertumbuhan Unilever. Urat nadi kehidupan untuk bisnis perusahaan yang berangkat dari mimpi Lord Leverhulme ingin menyabuni dunia. “Masa depan Unilever bergantung pada kemampuan kami mengantarkan inovasi kepada secara lebih cepat dibanding pesaing kami,” jelas Professor Geneviève Berger, Chief Research & Development Officer Unilever.
          Unilever mendaftarkan sekitar 250 sampai 350 aplikasi hak paten baru dalam setahun. Dengan fokus pada pusat-pusat global dan regional serta beberapa tim implementasi kecil di setiap negara, Unilever menggunakan sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya dan membawa inovasi yang lebih besar pada pasar dalam kurun waktu lebih cepat.
Misalkan inovasi pada produk makanan dan nutrisi. Secara berkesinambungan Unilever meningkatkan profil nutrisi dari bermacam produk dan memberikan konsumen pilihan yang lebih nikmat, lebih sehat, dan lebih banyak pilihan alami sesuai dengan fungsi makanan bernilai lebih bagi kesehatan. Contohnya, Promise Activ Supershots yang menyediakan sterol tanaman alami yang secara klinis terbukti mampu aktif membantu mengangkat kolesterol sebagai bagian dari makanan rendah lemak; Hellmann’s Extra Lightuses citrus fibre, bahan untuk membuat mayones yang rendah lemak dengan cita rasa yang lebih baik; Knorr Stockpot revolutionises bouillon dengan format jelly baru yang menawarkan bouillon yang lebih segar, otentik dan beraroma lezat yang larut secara alami ke dalam makanan, menimbulkan aroma yang menggiurkan serta rasa alami dan lezat; dan Catechin-rich tea yang mampu membantu orang-orang yang ingin menjaga penampilan tubuh mereka.
Ihwal inovasi produk perawaan wajah, kita sudah cukup akrab dengan pelembab wajah Citra. Citra yang semula dipersembahkan buat wanita Indonesia, kini sudah mengglobal, terutama di kawasan Asia. “Sekarang Citra sudah dipakai oleh wanita Asia, seperti Thailand, Malaysia dan China,” kata Enny Sampurno, Human Resources Director Unilever Indonesia.
Inovasi Unilever tidak hanya terbatas pada hal-hal untuk meningkatkan cita rasa makanan dan menambah stamina kesehatan. Pun mencakup inovasi yang membuat produk dan perangkat produk Unilever ramah lingkungan. Selain terobosan teknologi yang menggunakan Ice Structuring Protein (ISP) dalam es krim yang memungkinkan konsumen pada pilihan lebih sehat dan lebih berkualitas, kabinet atau freezer es krim Unilever Indonesia kini menggunakan gas hidrokarbon yang tidak merusak lapisan ozon.
“Semua kabinet atau freezer es krim Unilever Indonesia sudah memenuhi syarat. Pada order kabinet kami yang terakhir (2011), kami sudah ramah lingkungan, yaitu telah menggunakan gas hidrokarbon yang tidak merusak ozon. Jadi kami sudah memakai kabinet yang digunakan di seluruh dunia. Sekarang sudah 60 persen kabinet es krim kami ramah lingkungan. Diperkirakan, semua kabinet lama habis masa pakainya tahun 2014-2015 dan langsung diganti yang lebih ramah lingkungan,” terang Glenn Manusama, National Sales Manager Ice Cream Unilever Indonesia.  
          Langkah Unilever yang terus berkembang dan sejarah yang kuat di berbagai belahan dunia, serta pemahaman lokal yang luas, mempermudah Unilever mengusung produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat seiring pertumbuhan badan, kesehatan, dan aspirasi masyarakat.


SECARA HISTORIS, PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 melalui cikal-bakal Zeepfabrieken N.V. Lever dengan Akta Nomor 33 yang dibuat oleh Tn. A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Nederlandsch-Indie dengan surat Nomor 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan Nomor 302 tertanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada 9 Januari 1934 Tambahan Nomor 3.
Melalui Akta Nomor 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan Akta Nomor 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan Nomor C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara Nomor 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No. 39.
Dalam perjalanan selanjutnya, Perusahaan mendaftarkan 15% sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) Nomor SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik. Selain itu, sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan tanggal 13 Juni 2000, yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 82 yang dibuat oleh Notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini kemudian disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000.
Pada tanggal 22 November 2000, Unilever Indonesia mengadakan perjanjian dengan PT Anugrah Indah Pelangi untuk mendirikan perusahaan baru. Perusahaan yang diberi nama PT Anugrah Lever (PT AL) itu bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang Bango, Parkiet dan Sakura dan merk-merk lain atas dasar lisensi perusahaan kepada PT Anugrah Indah Pelangi.
Unilever Indonesia terus mengembangkan diri. Tanggal 3 Juli 2002, perusahaan mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru. Perusahaan baru ini berlabel PT Technopia Lever, yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang dengan menggunakan merek dagang Domestos Nomos. Berikutnya, 7 November 2003, Texchem Resources Berhad mengadakan perjanjian jual-beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd. Dalam perjanjian tersebut Texchem Resources Berhad sepakat menjual sahamnya di PT Technopia Lever kepada Technopia Singapore Pte. Ltd.
Perkembangan Unilever Indoneisa nyaris tiada henti. Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada 8 Desember 2003, perusahaan menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal penandatanganan perjanjian jual-beli saham antara perusahaan dan Unilever Overseas Holdings Limited pada tanggal 21 Januari 2004.
          Sayap bisnis Unilever Indonesia terus mengepak. Tahun 2007, PT Unilever Indonesia Tbk. (Unilever) menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (Ultra) sehubungan dengan pengambilalihan industri minuman sari buah melalui pengalihan merek Buavita dan Gogo dari Ultra ke Unilever. Perjanjian telah terpenuhi, Unilever dan Ultra telah menyelesaikan transaksi pada bulan Januari 2008.
          Unilever Indonesia kini telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, Buavita, Gogo, dan pemurni air Pure It.



KUNCI SUKSES tadi sangat terkait dengan kemampuan Unilever mengelola sumber daya manusia (SDM) yang senantiasa berani dan aktif berbagi pengetahuan. Unilever mendorong perbaikan terus-menerus (continuous improvement) sebagai program reguler yang harus diikuti oleh segenap karyawan (terutama yang berada di pabrik), mulai dari level manajemen sampai operator lapangan. Perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi kegagalan dan kemungkinan meningkatkan potensi penghematan.
          Bagi Unilever, SDM adalah pusat seluruh aktivitas perseroan. Unilever memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nusantara. Mereka aktif berbagi pengetahuan yang telah diperolehnya di masing-masing daerah dan brand yang ditanganinya.
          Sekadar contoh, terinspirasi oleh sukses Magnum Cafe di Jakarta, Area Manado (melalui es krim Wall’s) men-support pembukaan Ice Cream Cafe di bibir pantai Teluk Manado, kawanan binis Megamas, berdampingan dengan KFC terbesar di kota itu pada Juni 2012. Pengelolaan cafe ini dilakukan oleh customer (pihak ketiga). Dukungan dari Wall’s berupa visibility (tenda, kios, payung parasol, tempat sampah) dan fix cabinet. Selain menjual es krim secara eceran, cafe ini juga menyediakan menu es krim racikan seperti paduan es krim Magnum dengan wafer dan saus coklat yang lezat.
          Upaya berbagi pengalaman tidak semata-mata dibatasi oleh geografi. Namun ada perpaduan dan penyelarasan brand dan potensi lokal yang dapat digarap. Hal ini tampak ketika, misalkan, Unilever menggarap konsumen teh di berbagai daerah. Bahwa setiap daerah memiliki kekhasan dan cita rasa teh yang dapat diterima oleh lidah masyarakat setempat. “Di Jawa Tengah misalnya, yang dicari adalah Sariwangi cita rasa jasmine, sedangkan di Sumatera lebih laku yang bercita rasa vanila,” ujar Enny Sampurno.
          Hal-hal seperti ini tidak akan tercapai bila tidak ada saling sharing di antara karyawan Unilever. Kata Enny Sampurno, “Karywan Unilever tuh suka sharing ke sesama satu level ataupun ke atasannya. Sharing-sharing itu bergulir informal. Yang HO (head office) ya di HO, yang di factory ya sharing sesama karyawan di factory,  lalu yang ada di area ya sesama yang di area. Kami punya kebiasaan kalau yang bagus ya di-sharing dan dijadikan best practices. Misalkan ada regional meeting Yogya, Bandung, dan Manado. Oh, Yogya kok bagus, maka Yogya share ke regional yang lain. Biasanya begitu. Sharingnya bisa dalam bentuk meeting, karena kami punya struktur meeting.”
          Knowledge management (KM) memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya manusia di Unilever, terutama pada kriteria lima dari delapan kriteria Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE), yakni menciptakan dan mempertahankan lingkungan untuk berbagi pengetahuan. Sebab, dari lingkungan yang aktif berbagi itulah muncul inspirasi dan inovasi yang menjadi urat nadi perjalanan bisnis Unilever. “Kami tidak membatasi sharing lewat meeting, baik formal maupun informal. Kami juga punya media (majalah) internal dan forum-forum award,” terang Enny Sampurno.
           


Boks:

Dari Makan Bersama Nasi Padang

Unilever mendorong karyawannya untuk sharing dari yang kecil-kecil. Dimulai dengan bersama-sama menyantap nasi Padang. Dengan iringan organ tunggal. Di saat jam makan siang atau sedikit waktu setelah jam kantor pada ruang meeting yang cukup lega. Tak lebih dari dua jam. Bukan training tapi sekadar sharing. Topik-topik yang menarik. Informal. Tidak mengharuskan semua karyawan datang.
“Yang sharing dapat poin, yang datang pun diberi poin. Sukarela sifanyta, nggak masuk ke job desk. Jadi benar-benar murni, menumbuhkan sharing culture, ayo kita sharing, siapa saja boleh sharing. Begitu selesai ada evaluasi poin, yang sharing dapat poin berapa, yang datang juga berapa poin,” papar Enny Sampurno, Human Resources Director  Unilever Indonesia.
Langkah ini cukup menuai sukses. Pengetahuan yang di-sharing sangat beragam. Mulai dari tips efektif menjual, kiat merawat mesin agar lebih panjang umur, sampai kisah sukses brand Sunlight. Banyak karyawan, terutama mereka yang biasa di level operator atau lapangan, datang dan aktif sharing pengalaman. Unilever berusaha konsisten dan menjaga kontinyuitas keberlangsungan forum-forum sharing yang ada.  
Papar Enny Sampurno, “Semula forum ‘nasi Padang’ ini digerakkan oleh HR, sekarang kami dorong setiap divisi atau unit harus punya program dan mengagendakan sharing sejenis ini. Misalkan di marketing, mereka punya agenda learning dan sharing apa saja dalam setahun buat karyawan yang berada di bawah divisi ini. Yang mengajar ya para direktur dan manajer yang punya ilmu relevan. Di tingkat operator, bahkan, sebelum memegang mesin, mereka terlebih dulu mengikuti delapan program. Fasilitatornya supervisor sendiri, tidak panggil dari luar.”
Dan, meski awalnya mesti digerakkan, kini kultur sharing itu telah terinternalisasi di benak para karyawan. Karyawan tidak merasa terpaksa. Mereka merasa memperoleh benefit yang sangat berarti. Misalkan tatkala brand Lifebuoy berbagi kisah sukses “Global Handwashing Day 2012”, karywan di banrd-brand yang lain terpacu untuk meraih keberhasilan yang sama. Mereka yang datang mendengarkan sharing memperoleh pengethuan baru. Demikian pula yang sharing merasa memperoleh apresiasi –baik sesama karyawan satu level maupun dari top manajemen.



DALAM PERJALANAN bisnisnya selama ini, Unilever Indonesia memiliki dua custumer. Keduanya, masing-masing: distributor yang menjadi menyalurkan atau mendistribusikan produk-produk Unilever, dan outlet-outlet yang langsung berhubungan dengan end user. Unilever ingin keduanya dapat tampil sebagai business partner yang benar-benar padu dan efektif menjadi ujung tombak penjualan. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem operasional yang cepat, tepat, dan akurat sehingga mampu membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
          Unilever Indonesia kini menerapkan suatu sistem outlet tagging yang bertujuan agar setiap distributor, khususnya tim operasional, dapat mengintegrasikan sistem penjualan dengan HHT (Hand Held Terminal). Dengan integrasi ini, data yang dimiliki distributor lebih akurat. Outlet tagging sendiri adalah suatu sistem tagging barcode untuk sistem penjualan yang terintegrasi dengan menggunaan HHT oleh USL (Unilever Store Leader).
          Unilever memahami benar tidak semua distributor dan outlet tahu manfaat dan kemudahan dari sistem tagging barcode yang awalnya terasa sedikit rumit. Sebab itu, Unilever terus mensosialisasikan sistem ini kepada outlet-outlet dan  owner distributor. Sekadar contoh, pada September 2012, Area Sales Manager Cirebon Bambang Wismanahadi mengundang sejumlah pemilik outlet dan owner distributor di area ini untuk mengikuti sosialisasi sistem outlet tagging. “Dengan langkah ini kami berharap nantinya mereka dapat lebih mudah dan cepat dalam proses oeprasional penjualan dan mengetahui manfaat atas investasi yang telah dijalannya untuk HHT,” kata Bambang Wismanahadi.
          Sekadar pengetahuan, HHT mengintegrasikan mulai dari pembelian barang, manajemen stok gudang, penjualan reguler dan canvassing, manajemen pengiriman barang, manajemen kunjungan salesman & kolektor untuk penagihan sampai ke pencatatan finansial dan akunting. Sistem ini juga dilengkapi dengan beragam modul perencanaan untuk pengawasan proses operasional yang lebih baik dan sudah support pegngunaan Barcode Scanner Handheld buat efisiensi input data di lapangan.
          Pemahaman inilah yang membuat para panelis MAKE menilai Unilever memang memiliki kekuatan dalam mengelola customer knowledge, yakni kriteria ketujuh dalam MAKE. Unilever memanfaatkan pengetahuannya ini untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan demikian bisa mendorong terjadinya customer acquisition dan customer rentention. Kepuasan customer inilah yang pada akhirnya akan bisa membawa keuntungan bagi Unilever, para pemegang saham dan stakeholder. Ini tercermin, antara lain, pada pertumbuhan pendapatan operasional 22,8% dengan marjin operasional meningkat 60 Bps berkat efisiensi biaya dan harga komoditas. Arus kas bersih aktivitas operasi mencapai Rp3,281 miliar di tahun 2009 atau naik 17,8% dibandingkan tahun 2008 yang berada pada angka Rp2,786 miliar. Unilever mampu tumbuh di hampir semua kategori produk dan terus memperkuat posisi pasar. Untuk kategori personal care tumbuh 17,2% dan foods & ice cream tumbuh 17%. Kepada pemegang saham, Unilever berbagi deividen sebesar Rp320 per saham (2009) sementara tahun 2008 hanya Rp262 per lembar saham. ***      


Komentar