Anugerah Kelesuan Ekonomi

 (esai ini dimuat WARTA KOTA, Sabtu, 23 Mei 2015 halaman 7)

Belakangan ini denyut dan angka tumbuh ekonomi terasa menurun. Secara kuantitatif, kuartal pertama tahun 2015 ini, angka tumbuh denyut ekonomi dapat dikatakan menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bila di tahun-tahun sebelumnya berada di atas angka lima persen, maka kini angka itu turun di bawah lima persen.
Secara kualitatif dapat kita simak dari keluhan berbagai kalangan. Seorang kenalan konsultan hukum yang sudah puluhan tahun berpraktik mengeluhkan betapa sulitnya menjaring klien dalam dua bulan terakhir. “Dua bulan terakhir, hampir-hampir tak ada orang yang berkonsultasi ke sini,” ujar konsultan hukum yang berkantor di kawasan Jakarta Kota ini.
Keluhan senada datang dari kenalan yang berprofesi sebagai notaris. Notaris dengan wilayah kerja Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, ini juga mengaku kantornya semakin sepi dan sunyi. Memasuki tahun 2015, mendapat satu klien dalam satu bulan saja, ia sudah sangat bersyukur.
Satu lagi keluhan dari kenalan seorang pengusaha rental alat berat. “Beberapa mitra asing yang biasa menyewa alat pengeboran minyak menunda kontrak karena belum ada kejelasan dan kepastian hukum dari pemerintah,” tutur sang pengusaha yang banyak menyewakan alat di kawasan Balikpapan, Kaltim, ini.
Satu-satunya suara optimis datang dari seorang kenalan yang membuka usaha kuliner yang mengusung brand lokal. Kenalan ini mengakui memang ada pelambatan angka tumbuh ekonomi. Dia merasakan ini pada outlet-outlet yang telah lama dibukanya di beberapa kawasan di Jabotabek.
Untuk itu, kenalan ini berusaha memutar akal dengan membuka outlet baru di kawasan-kawasan orang berduit. “Saya melihat ada pergeseran tempat makan orang-orang kaya. Bila selama ini mereka fanatik pada resto-resto berlabel Italia atau Amerika, belakangan mereka turun konsumsi ke warung-warung lokal dengan cita rasa dan manajemen yang tidak kalah bagus dibandingkan resto asing,” terang kenalan yang belum lama ini membuka outlet bakwan di kawasan elit Bekasi.
Menurut kenalan yang pensiun dini dari perusahaan otomotif ini, selalu ada anugerah di balik kelesuan ekonomi. Dan, dia menambahkan, tentu tidak hanya buat mereka yang berusaha di bidang kuliner. “Bagi seorang entrepreneur sejati, sekecil apapun, peluang senantiasa ada. Tinggal bagaimana kita pandai-pandai mengelola celah atau ceruk yang boleh jadi bagi banyak orang terasa mustahil,” tuturnya penuh optimisme.
Intinya sederhana, bagaimana kita menggunakan sebuah sudut pandang: optimis ataukah pesimis. Ibarat kata, bila kita melihat jemuran tetangga sebelah rumah lewat jendela kaca rumah kita kok tiap hari pakaian yang dijemur tampak kotor, maka tatkala kita berupaya membersihkan kaca jendela rumah kita kemudian yang tampak jemuran tetangga sebelah pun bersih sesuai warna aslinya.
Sekali lagi, sudut pandang: senantiasa ada anugerah dan hikmah di balik musibah. (Budi N. Soemardji, orang pinggiran Bekasi) 

Komentar